Thursday, November 2, 2017

Cara Mudah Membuat Jerami Amoniasi


kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi anaerob pada proses amoniasi berlangsung. Oleh karena itu, selama pembuatannya, temperatur penyipanan harus diatur, dan plastik yang digunakan untuk memeram jerami diikat kencang kondisi anaerob dapat tercapai.
          Penambahan urea dalam pembuatan jerami amoniasi adalah sebagai sumber amoniak bahan pakan. Menurut Kartadisastra (2007), urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa dan silika yang terdapat pada bahan pakan. Lignin, selulosa, dan silika merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan.     
            Hasil jerami amoniasi yaitu berwarna kecoklat-coklatan, tekstur lembut dan lunak, berbau menyengat, pH 6 serta tidak berlendir dan berjamur. Hal ini berarti amoniasi yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik, sesuai dengan pendapat dari             Marjuki (2008), bahwa keberhasilan proses urea amoniasi setelah proses tersebut selesai (paling cepat 2 minggu) dapat diamati secara fisik, kimia maupun biologis. Secara fisik, urea amoniasi mempunyai bau amonia yang kuat pada saat tempat pemeraman (silo) dibuka. Bau amonia yang kuat menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara maksimal menjadi amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh jerami padi dan bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami padi. Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari coklat muda kekuningan menjadi coklat tua dan merata. Tekstur jerami amoniasi menjadi lebih lembut dan lunak meskipun jerami tersebut sudah dikeringkan. Amonia dalam proses urea amoniasi dapat mencegah tumbuhnya jamur, sehingga tidak terdapat jamur pada jerami padi amoniasi walaupun diperam dalam jangka waktu yang lama. pH jerami amoniasi 8 (basa) karena sifat penambahan amonia membuat keadaan menjadi 8.
Bahan:
1.    Plastik
2.    Tali
3.    Semprotan
4.    pH meter
5.    Jerami Padi 1 kg
6.    Urea 87 gram
7.   Air 1 liter
 Metode:
1.    Melarutkan urea dengan air.
2.    Larutan urea di semprotkan ke jerami padi agar kandungan airnya menjadi 60%.
3.    Jerami padi dimasukkan kedalam plastik dan dilakukan penekanan agar menjadi padat.
4.    Plastik yang berisi jerami padi kemudian ditali dan diperam selama 14 hari.
5.    Identifikasi dilakukan setelah 14 hari. Plastik yang berisi amoniasi dibuka.
6.    Jerami amoniasi di angin-anginkan

CARA MUDAH MEMBUAT SILASE DARI RUMPUT RAJA

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan silase adalah hijauan yaitu rumput raja. Selama proses pembuatannya, rumput yang telah dicampur dengan molases dimasukan ke dalam silo secara berlapis dan dilakukan pengepresan sehingga dicapai kondisi anaerob. Silo yang digunakan dalam praktikum ini terbuat dari plastik dan di peram selama 14 hari. Menurut Heinritz (2011), selama proses pembuatannya, rumput dalam silo disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada bahan silase.     


          Molases yang ditambahkan dalam pembuatan silase digunakan sebagai akselerator proses ensilase, karena molases merupakan sumber karbohidrat bagi perkembangan mikrobia. Hal serupa juga diungkapkan oleh Schroeder (2004) yang menyaatakan bahwa proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase
bahan:
1.    Plastik
2.    Tali
3.    pH meter
4.    Rumput 1 kg
5.    Molases 100 gram
cara pembuatan:
1.    Rumput yang sudah dicacah sekitar 5 cm dicampur dengan molases.
2.    Cacahan rumput dimasukkan ke dalam plastik, kemudian dilakukan penekanan untuk setiap lapisan agar padat.
3.    Plastik kemudian ditali agar keadaanya anaerob.
4.    Pemeraman dilakukan selama 14 hari.
5.    Identifikasi silase setelah 14 hari. Silase dikeluarkan dari plastik kemudian diangin-anginkan.
6.    Silase yang berjamur dipisahkan untuk ditimbang.
Melakukan identifikasi silase meliputi warna, bau, tekstur dan pH.

Penampungan Sperma


Penampungan Sperma dilakukan dengan menyiapkan vagina buatan pada suhu 36 °C.Pejantan disiapkan dengan mendekatkan pada pemancing.Penampungan semen dilakukan setelah false mounting 3-5 kali. Uji kualitas semen segar secara mikroskopis dan makroskopis di laboratorium sesuai dengan standar Balai Inseminasi Buatan Singosari (Muchtaromah, 2011).
Kuantitas sperma yang diejakulasikan kelinci sedikit yang terbuang.Vagina Buatan tipe Walton rata-rata hanya kehilangan 10% dari total sperma yang diejakulasikan. Persiapan sebelum perlakuan penampungan semen setidaknya dilakukan 3 kali false mounts dengan cara mengelus punggung pejantan dengan didekatkan pada kelinci betina (Amann dan Foote, 2004).
Koleksi semen dengan menggunakan vagina buatan dengan suhu 42 – 45°C yang selanjutnya dimasukkan dalam termos dengan suhu 37,5°C.Semen disimpan dalam waterbath sambil dievaluasi kualitas semen dengan menghitung persen hidup, konsentrasi sperma, dan banyaknya pengencer dengan melihat terlebih dahulu kualitas semen dengan kriteria: gerakan massa ++ s.d. +++, motilitas > 70%, tidak bau kencing, konsentrasi sperma >1000 x 106/ml dengan konsistensi sedang hingga kental dan warna putih kekuningan hingga krem. Semen diencerkan dengan konsentrasi 100jt/ml atau 25 juta per dosis straw, dikemas dan diequilibrasi kemudian dimasukkan kedalam container berisi nitrogen cair bersuhu -196°C (Affandhy, 2007).
Warna semen rata-rata yang diperoleh tidak secara jelas menunjukkan perbedaan semua semen berwarna putih susu. Warna semen ini sangat berkaitan dengan konsistensi (kekentalan) dan konsentrasi sperma.Semakin encer semen berarti konsentrasi spermatozoa semakin rendah dan warna semakin pucat (Situmorang et al., 2000)

Spermatologi


Pengelompokkan abnormalitas spermatologi, makaabnormalitasspermatozoa primer, yaitu abnormalitas yangmempunyai hubungan erat dengan kepalaspermatozoa dan akrosom, pada penelitian iniditemukan 13 jenis kelainan yaitu pearshape ataunarrow at the base, narrow (tapered head),abnormalcontour, undeveloped, round head,variable size (macrocephalus/microcephalus),double head, abaxial, knobbed acrosome (KA)defect, detached headdan diadem (Ax et al., 2000).
Morfologi spermatozoa diamati dengan cara melihat bentuk spermatozoa dan menghitung jumlah spermatozoa sebanyak 500 sel dengan perbesaran 400x. Semua jenis abnormalitas spermatozoa yang ditemukan dicatat dan diklasifikasikan.Pengklasifikasian jenis abnormalitas spermatozoa primer dilakuan berdasarkan temuan yang didapat ketika pengamatan. Kelainan spermatozoa primer dapat seperti pearshaped, narrow at the base, narrow (tapered head), abnormal contour, underdeveloped, round head, variable size (macrocephalus), double head, abaxial, knobbed acroseme defect, detached head dan diadem(Riyadhi et al., 2010).
Motilitas spermatozoa dapat terjadi karena adanya energi yang diperoleh dari seminal plasma atau pengencer berupa hasil rombakan adinosin tri fospat (ATP) didalam selubung mitochondria melalui reaksi penguraian menjadi adenosine di fosfat (ADP) dan adinosine mono fosfat (AMP).Seminal plasma mengandung komponen laktosa, fruktosa dan raffinosa yang berfungsi sebagai sumber enersi untuk motilitas spermatozoa(Nur Ihsan, 2011).
Kepala spermatozoa terdiri atas sel berinti dengan sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya.Di bagian luar terdapat selubung akrosom yang dibentuk dari alat Golgi.Akrosom ini mengandung enzim yang serupa dengan enzim yang ditemukan pada lisosom pada sel-sel tertentu, termasuk hialuronidase, yang dapat mencerna filamen proteoglikan dari jaringan, dan enzim proteolitik yang sangat kuat.Enzim-enzim tersebut mempunyai peranan penting dalam hal memungkinkan sperma untuk membuahi ovum. Ekor spermatozoa atau flagellum, memiliki 3 komponen utama, yaitu: rangka pusat, membran sel, dan sekelompok mitokondria yang terdapat pada proximal dari ekor(Nallella,2005).
Karakteristik hidup atau mati spermatozoa dilakukan dengan cara meneteskan pewarnaan eosin B dan nigrosin di atas kaca benda yang berisi spermatozoa.Spermatozoa mati berwarna merah keunguan, sedangkan spermatozoa yang hidup akan terlihat berwarna putih pada bagian kepala. Spermatozoa yang abnormal ditandai dengan kepala ganda, ekor putus, ekor hilang dan rusaknya membran plasma (Fitriani et al., 2010).

Analisa semen dilakukan diatas meja dengan mikroskop dengan teknologi gerak kontras dan heated stretching table.Sempel diletakkan diatas meja bersuhu 37°C dan ditutup dengan coverslip. Deteksi pergerakan spermatozoa/ waving dapat di nilai dengan tanda + yaitu indikator sangat kuat (++++), kuat (+++), sedang (++), lemah (+), sangat lemah (+\-) dan tidak ada ( - ) (Barszczet al., 2012).

Organ Reproduksi Ternak Betina

         
1.    Sapi    
Alat kelamin betina dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu :
a.    Gonad atau ovarium, merupakan bagian alat kelamin primer yang fungsi utamanya menghasilkan sel telur (ovum), oleh karena itu dalam bahasa Indonesia yang seringkali disebut induk telur, indung telur atau ada pula yang memberikan nama pengarang telur.
b.    Saluran-saluran reproduksi betina terbagi menjadi oviduct atau tuba falopii, uterus (terbagi atas cornua uteri dan corpus uteri), cervix dan vagina.
c.    Alat kelamin bagian luar terdiri atas clitoris dan vulva (Tongku,  2006).
Organ reproduksi betina terdiri dari ovarium sebagai organ reproduksi primer. Organ reproduksi sekunder terdiri dari oviduct ,uterus, cervix, vagina dan vestibulum. Organ reproduksi luar terdiri dari clitoris dan vulva. Saluran reproduksi betina berfungsi menerima ovum yang diovulasikan, menampung spermatozoa, tempat terjadinya pembuahan, tempat pemeliharaan embrio, tempat pembesaran embrio sampai menjadi fetus dan pengeluaran fetus (Riyanto, 2002).
Ovarium adalah organ primer reproduksi pada betina. Ovariumum merupakan sepasang kelenjar yang teridi dari ovarium kanan yang terletak dibelakang ginjal kanan dan ovarium kiri yang terletak dibelakang ginjal kiri. Jarak antara ovarium dan ginjal yang bersangkutan bervariasi dari sepesies ke spesies. Kebanyakan spesies hewan ovarium merupakan struktur yang bentuknya menyerupai biji almond (Suhargo, 2005).
Oviduct disebut juga tuba falopii adalah sepasang tabung berkelok-kelok membentang dari dekat ovarium sampai dengan ujung uterus. Oviduct adalah tempat fertilisasi dan pembelahan sel awal embrio. Oviduct berbentuk corong pembukaan dekat indung telur adalah infundibulum. Beberapa spesies seperti kucing dan kelinci, infundibulum membentuk bursa sekitar ovarium. Sapi, domba, babi dan kuda infundibulumnya terpisah dari ovarium. Bagian ujung infundibulum membentuk suatu fimbria. Infundibulum berperan aktif dalam ovulasi, yaitu menangkap ovulasi ovum dari ovarium dan mengarahkannya menuju kebukaan abdominal dari tubafalopii. Panjang tubafalopii berkisar 25 cm              (Frandson, 2006).
Vagina terletak antara kandung kemih dan leher rahim. Vagina adalah tempat deposisi semen selama kopulasi. Vagina juga berfungsi sebagai sebuah lorong atau saluran keluarnya anak sapi saat kelahiran. Salah satu fungsi penting dari vagina adalah sebagai garis pertahanan terhadap invasi oleh bakteri. invasi oleh bakteri adalah masuknya bakteri ke dalam organ reproduksi. Epitel vagina mengeluarkan cairan yang menggabungkan dengan cairan cervix untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Perlindungan dari infeksi mungkin tidak cukup ketika kondisi lingkungan yang tidak sehat, atau peralatan suntikkan kotor yang digunakan. Akhirnya, infeksi vagina bisa menjadi masalah(Isnaeni, 2006).
Alat kelamin luar sapi betina terdiri atas clitoris dan vulva.Clitoris embriologik homolog dengan penis, sedangkan vulva homolog dengan scrotum. Kelenjar sebaceous banyak terdapat pada permukaan vulva. Clitoris dan vulva memiliki banyak ujung-ujung syaraf perasa, syaraf perasa ini memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Clitoris dapat sedikit berereksi karena mengandung sepasang unsur cavernus yang kecil, sedangkan vulva dapat menjadi tegang karena bertambahnya volume darah yang mengalir ke dalamnya (Partodihardjo, 2002).
2.    Ayam 
Ternak unggas betina, biasanya yang berfungsi hanya ovarium di sebelah kiri. Waktu masih embrio, ovarium kanan dapat diketahui secara makroskopis sampai beberapa hari setelah menetas. Menejelang unggas betambah dewasa ovarium kanan ini hanya tinggal sisa-sisa jaringan yang hanya dapat dilihat secara mikroskopis. ovarium kiri pada unggas, jika terjadi kerusakan karena penyakit maka rudimen kanan membesar dan menjadi fungsional (Nalbandov, 2000).
Alat reproduksi ayam betina terdiri dari atas indung telur (ovarium), saluran telur (oviduct), uterus dan vagina yang menuju kloaka. Indung telur biasanya berisi 5-6 kelenjar kuning telur yang berkembang dan sejumlah besar telur yang belum masak. Organ reproduksi sebagai tempat pembentukan bibit, juga berfungsi pula sebagai organ endokrin (Akoso, 2003).
Sistem reproduksi pada ayam betina terdiri dari ovariumum, oviduct, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina. Ayam betina memiliki sepasang ovarium yang terletak pada rongga badan sebelah kiri dan kanan. Dua ovarium masih ada pada saat perkembangan embrionik, akan tetapi pada fase berikutnya mengalami regresi sehingga pada saat menetas hanya dijumpai sebuah ovarium kiri saja, sedangkan untuk ovarium pada bagian kanan mengalami rudimenter. Oviduct pada ayam terbagi menjadi lima bagian yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina (Amrullah,2003) .
Infundibulum mempunyai fungsi menangkap ovum (yolk) dan tempat terjadinya fertilisasi. Infundibulum mempunyai lubang yang disebut ostium abdominal yang berfungsi untuk menangkap ovum yang telah masak. Panjang infundibulum adalah 9 cm dan kuning telur (ovum) berada pada infundibulum selama 15 sampai 30 menit . Perbedaan panjang infundibulum disebabkan adanya perbedaan jenis makanan, penyakit, umur dan jenis unggas (Yuwanta, 2004).
Panjang magnum adalah 33 cm, magnum tersusun dari glandula tubuler yang sangat sensibelMukosa dari magnum tesusun dari sel gobelet  yang berfungsi dalam mensekresikan putih telur kental dan cair. Magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduct. Diperlukan waktu sekitar 3,5 jam bagi telur yang sedang berkembang  untuk melalui magnum (Yuwanta, 2004).
Isthmus merupakan tempat pembentukan kerabang tipis.panjang saluran Isthmus sekitar 10 cm dan lama telur di Isthmus kurang lebih adalah 1,5 jam.  kandungan pada masa ini tidak secara lengkap mengisi membran kerabang dan telur menyerupai sebuah kantung hanya sebagian yang terisi air (Suprijatna, 2005).


3.    Kelinci
Alat kelamin kelinci betina pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu alat kelamin dalam dan alat kelamin luar. Alat kelamin dalam terdiri dari ovarium, tuba falopii, vulva, clitoris, vestibulum vagina dan kelenjar vestibulae. Alat kelamin dalam ke bagian dorsal digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovariumka. Tuba falopii digantung oleh mesosalpink, sedangkan uterus, cervix, dan sebagian vagina digantung oleh mesometrium (Hardjopranjoto, 2005).
Siklus reproduksi ternak merupakan rangkaian dari semua kejadian proses reproduksi yang dimulai sejak suatu ternak lahir sampai memperoleh keturunan yang belangsung secara terus-menerus. Proses-proses yang terjadi sepanjang siklus reproduksi ternak betina meliputi banyak hal untuk kelangsungan siklus reproduksi. Siklus reproduksi dapat dibagi menjadi pubertas, musim kelamin, siklus birahi, saat yang baik untuk inseminasi, fertilitas, dan kelahiran (Partodihardjo, 2002).
Ovum yang telah diovulasikan masuk ke tuba fallopii dan terdorong oleh kontraksi urat daging, kemudian rambut-rambut getar (silia) mendorong ovum ke uterus. Sewaktu ternak dikawinkan, spermatozoa akan bertemu dengan ovum dibagian tuba fallopi yang dekat ovarium. Satu sel sperma membuahi ovum dengan membawa setengah jumlah kromosom, maka jumlah kromosom menjadi utuh. Normalnya hanya ada satu spermatozoa yang bisa membuahi ovum                                (Salisbury dan Vandemark, 2005).

CARA SEDERHANA MEMBUAT STARTER/MOL Buah


Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.   Mikroorganisme mampu melaksanakan kegiatan atau reaksi biokimia untuk melangsungkan perkembangbiakan sel.  Mikroorganisme digolongkan ke dalam golongan protista yang terdiri dari bakteri, fungi, protozoa, dan algae (Darwis dkk., 1992). Mikroorganisme menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana (Sumarsih, 2003). Menurut Budiyanto (2002), mikroorganisme mempunyai fungsi sebagai agen  proses biokimia dalam pengubahan  senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang berasal dari sisa tanaman dan hewan.
Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Bahan utama MOL terdiri dari beberapa  komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme.  Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal.  Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata, 2008). 
Menurut Fardiaz (1992), semua mikroorganisme yang tumbuh pada bahan-bahan tertentu membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhan dan proses metabolisme. Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fisik maupun komposisi kimia, seperti adanya perubahan warna, pembentukan endapan, kekeruhan, pembentukan gas dan bau asam (Hidayat, 2006).   
Larutan MOL (mikroorganisme lokal) yang telah mengalami proses fermentasi dapat digunakan sebagai dekomposer dan pupuk cair untuk meningkatkan kesuburan tanah dan sumber unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Hadinata, 2008). Larutan MOL harus mempunyai kualitas yang baik sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman secara berkelanjutan.  Menurut Dale (2003), kualitas merupakan tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yang melekat dan memenuhi ukuran tertentu.  Faktor-faktor yang menentukan kualitas larutan MOL antara lain media fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, bentuk dan sifat mikroorganisme yang aktif di dalam proses fermentasi, pH, temperatur, lama fermentasi, dan rasio C/N dalam bahan (Suriawiria,1996; Hidayat, 2006).
Lahan pertanian di Indonesia banyak yang mengalami degradasi, ditunjukkan dengan semakin menurunnya kandungan unsur hara, dan bahan organik dalam tanah, serta meningkatnya pencemaran lahan pertanian karena limbah pestisida.  Menurut Nugroho (2005), degradasi lahan pertanian terjadi karena pengelolaan lahan yang tidak tepat sehingga menyebabkan jumlah lahan kritis di Indonesia semakin bertambah banyak.  Luas lahan pertanian kritis di luar kawasan hutan mencapai 18 juta hektar pada tahun 1992 dan meningkat menjadi 25 juta hektar pada tahun 2005.  Menurut Suntoro (2006), pengelolaan lahan yang kurang tepat telah mengubah fungsi tanah sebagai ekosistem mikroorganisme tanah.  Penggunaan pestisida dalam kurun waktu yang panjang berdampak pada kehidupan biota tanah. Pupuk kimia tertentu yang berkonsentrasi tinggi dalam waktu yang panjang menyebabkan terjadi penurunan kesuburan tanah karena kekurangan unsur hara lainnya terutama unsur hara mikro dan bahan organik tanah. Sekitar 60% areal sawah di Jawa mempunyai kandungan bahan organik kurang dari 1%, sedangkan sistem pertanian dapat berkelanjutan apabila kandungan bahan organik lebih dari 2 %. Pramono (2001 dalam Suntoro, 2006) menyatakan, bahwa hasil analisis sampel tanah dari berbagai daerah sentra produksi padi di Jawa Tengah seperti di Kab. Grobogan, Kab. Sragen, Kab. Batang dan Kab. Sukoharjo menunjukkan hal yang sama, bahwa rata-rata kandungan C-organik tanah berada di bawah 2%.
Permasalahan degradasi lahan dapat dikendalikan dengan penerapan pengelolaan lahan secara berkelanjutan melalui pemanfaatan potensi bahan organik yang berasal dari lingkungan sekitar.  Sumber bahan organik dapat berasal  dari sisa tanaman, pupuk kandang, serta limbah organik rumah tangga.  Suntoro (2006); Atmaja & Suwastika (2007) menyatakan, bahwa pupuk organik mempunyai kelebihan antara lain meningkatkan kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah, serta mengandung zat pengatur tumbuh yang penting untuk pertumbuhan tanaman.  Penggunaan pupuk cair dengan memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal (MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara dalam tanah. Menurut Purwasasmita (2009), larutan MOL (mikroorganisme lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar berbagai sumber daya yang tersedia. Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik.
Menurut Hadinata (2008), bahan utama dalam pembuatan MOL terdiri dari tiga komponen antara lain : (1) karbohidrat berasal dari air cucian beras, nasi basi, singkong, kentang, gandum, rebung, rumput gajah, dan daun gamal; (2) glukosa dari gula merah, cairan gula pasir, dan air kelapa; (3) sumber mikroorganisme berasal dari keong mas, kulit buah-buahan, air kencing, dan terasi. Pembuatan MOL dilakukan dengan memanfaatkan daun gamal dikombinasikan dengan air kelapa sebagai sumber glukosa, dan urin sapi sebagai sumber mikroorganisme.  Pemanfaatan daun gamal sebagai bahan baku dalam penelitian karena tanaman gamal (Gliricidia sepium) merupakan salah satu jenis tanaman  leguminoceae dengan kandungan unsur hara yang tinggi.  Purwanto (2007) menguraikan gamal yang berumur satu tahun mengandung 3-6% N; 0,31 % P; 0,77% K; 15-30% serat kasar; dan 10% abu K.  Berdasarkan hasil penelitian Sutari (2009), kandungan unsur hara yang terdapat dalam larutan MOL daun gamal lebih tinggi daripada larutan MOL dengan bahan dasar rebung, dan rumput gajah.  Kandungan unsur hara yang terdapat dalam larutan bio–urine daun gamal terdiri dari 2,8 % N; 48,11 mg L-1  P; 14,469 mg L-1  K;  520 mg L-1  S; 48,5 mg L-1 Ca;  224 mg L-1  Mg; 125 mg L-1 Na; 3,75 mg L-1 Fe; 54,60 mg L-1 Mn; 0,83 mg L-1 Zn; 0,241 mg L-1 Cu, dan 7455 mg L-1 Cl.
Air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi karena air kelapa mengandung 7,27% karbohidrat; 0,29%  protein; beberapa mineral antara lain 312 mg L-1 kalium; 30 mg L-1 magnesium; 0,1 mg L-1 besi; 37 mg L-1 fosfor; 24 mg L-1 belerang; dan 183 mg L-1 klor (Budiyanto, 2002).  Urin sapi dimanfaatkan sebagai sumber mikroorganisme dalam pembuatan MOL, karena kotoran ternak mengandung mikroorganisme selulolitik yang membantu proses pencernaan.  Menurut Wanapat (2001 dalam Wahyudi, 2009),  bakteri dan jamur lignoselulolitik memiliki peran penting dalam proses perombakan pakan ternak dalam bentuk selulosa di dalam rumen. Populasi mikroorganisme selulolitik berkembang dengan baik pada ruminansia yang diberi pakan utama berupa hijauan dengan serat yang tinggi. Menurut Lingga (1991 dalam Syaifudin, 2010), kotoran ternak sapi cair memiliki kandungan unsur hara yang lebih tinggi daripada kotoran ternak sapi padat. Urin sapi mengandung 1,00% N; 0,50% P, dan 1,50% K sedangkan kotoran sapi padat mengandung 0,14% N; 0,20% P, dan 0,10% K.
Faktor-faktor yang berperan penting dalam proses fermentasi  antara lain media fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, pH, temperatur, waktu, bentuk dan sifat mikroorganisme yang aktif di dalam proses fermentasi, dan rasio C/N dalam bahan (Suriawiria,1996; Hidayat, 2006). Mikroorganisme dalam larutan MOL melakukan perombakan terhadap bahan organik yang terdapat dalam MOL sehingga terbentuk senyawa yang lebih sederhana.  Menurut Hidayat (2006), fermentasi merupakan perubahan kimia beberapa enzim dengan memanfaatkan bakteri dan jamur sebagai dekomposer.  Perubahan kimia dari fermentasi meliputi proses pengasaman, dan dekomposisi gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta dekomposisi senyawa organik. Suriawiria (1996) menyatakan bahwa  proses pengomposan alami membutuhkan waktu yang sangat lama, antara 6 bulan hingga 12 bulan, sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman. Penggunaan mikroorganisme dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu. Menurut Lukitaningsih (2010), mikroorganisme mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu.  Hidayat (2006) menyatakan, bahwa lama fermentasi berkisar 4-14 hari, lama fermentasi yang disarankan adalah 14 hari karena bahan organik telah mengalami proses dekomposisi.
Berdasarkan hasil penelitian Sutari (2009), pembuatan MOL starter dilakukan dengan proses fermentasi daun gamal dan air kelapa dengan konsentrasi 250 g L-1 air kelapa. Perlakuan menggunakan bio-urine daun gamal menunjukkan hasil yang paling baik pada pertumbuhan tanaman sawi dibandingkan dengan bio-urine rebung dan bio-urine rumput gajah.  Penggunaan MOL sangat murah dan efisien karena larutan MOL menggunakan bahan alami yang terdapat di lingkungan sekitar, serta proses pembuatannya yang sederhana.  Bahan–bahan yang terdiri dari daun gamal, urin sapi, dan air kelapa dimasukkan dalam wadah tertutup, dan difermentasi selama beberapa minggu, setelah itu larutan MOL dapat digunakan sebagai aktivator dalam pembuatan pupuk kompos atau dapat langsung digunakan sebagai pupuk cair.
Bahan-bahan: 
  • Buah-buahan yang sudah busuk. Bisa buah apa saja: pepaya, pisang, mangga, apel, salak, dll. Sebanyak 5 kg 
  • Air kelapa 10 butir. 
  • Gula jawa 1 kg. 
Cara Pembuatan: 
  1. Limbah buah-buahan dihaluskan. Bisa dengan cara ditumbuk atau diparut. 
  2. Masukkan ke dalam dalam tempat (drum) 
  3. Tambahkan air kelapa. 
  4. Tambahkan gula. 
  5. Semua bahan diaduk sampai tercampur merata. 
  6. Tutup drum dengan penutu. Beri lubang untuk aerasi. Lubang aerasi ini bisa menggunakan selang agar tidak dimasukki oleh lalat atau serangga lain. 

7.      Semua bahan kemudian difermentasi selama 2 minggu sebelum digunakan. 

PUPUK ORGANIK CAIR DARI BAHAN URINE SAPI

Pupuk Organik Cair (POC) yang salah satu bentuknya berupa kompos cair dapat dibuat secara sederhana. Pembuatan pupuk cair untuk diolah menjadi produk lain yang lebih berguna masih sangat jarang dilakukan, padahal produksi urin sapi dari seekor sapi dewasa mencapai kurang lebih delapan liter per hari. Urin sapi mempunyai prospek yang cerah untuk diolah menjadi pupuk cair karena mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman secara lengkap. Unsur-unsur tersebut adalah nitrogen, phosphor, dan potassium dalam jumlah yang sedikit, serta trace element, yaitu seng, besi, mangan, tembaga, dan lain-lain. Unsur lain yang lebih penting adalah EDTA, unsur ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan protein sel tunggal di dalam media cairan (Maspary, 2011).
Prinsip pembuatan pupuk cair dengan menggunakan urin sapi adalah menambahkan bakteri pengurai untuk menguraikan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam urin tersebut sehingga bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Urin sapi yang digunakan untuk diolah menjadi pupuk cair yang paling baik adalah urin sapi murni segar, urin sapi ini belum tercampur dengan cemaran lain yang ada dalam kandang seperti feses, sisa pakan, dan sisa air minum. Penggunaan urin sapi segar ini lebih baik kurang dari 24 jam setelah urin dihasilkan oleh sapi. Urin sapi segar dalam pembuatan pupuk cair membutuhkan bakteri pengurai. Proses pengolahan yang baik dan benar akan menghasilkan pupuk cair yang tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan ataupun produksi tanaman (Maspary, 2011).
Proses pengolahan pupuk cair dengan urin sapi sangatlah sederhana, yaitu dengan mencampurkan urin segar, bakteri pengurai dan molasses pada drum yang terbuka kemudian didiamkan selama satu minggu. Aerator diperlukan agar proses fermentasi selalu berjalan secara aerob. Kemasakan urin fermentasi dapat diidentifikasi dari hilangnya bau pada pupuk cair yang diolah. Pupuk cair juga dihasilkan dalam pembuatan gas bio. Pengolahan pupuk cair dari urin sapi dan pengolahan pupuk cair dari keluaran gas bio berbeda. Pupuk cair yang berasal dari keluaran unit gas bio belum dapat digunakan untuk pemupukan karena belum banyak mengandung oksigen, sehingga kalau dialirkan ke sungai akan mematikan ikan. Pupuk padat perlu ditampung di dalam kolam oksidasi dengan lama berkisar kurang lebih dua minggu untuk memasukkan oksigen ke dalam calon pupuk cair yang telah dipisahkan. Kecepatan teroksidasinya pupuk cair tergantung pada luas dan kedalaman dari kolam tersebut juga kecepatan aliran di dalam kolam. Kolam oksidasi sebaiknya dibuat dangkal dan diberi sekat-sekat, sehingga aliran calon pupuk cair menjadi lebih lambat. Kelambatan aliran calon pupuk cair memungkinkan oksigen dapat masuk ke dalamnya (Maspary, 2011).
Mikroba di dalam pupuk cair setelah teroksidasi akan semakin berkembang. Mikroba di dalam pupuk cair memanfaatkan zat-zat yang tersedia, sehingga kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) menurun. Penurunan kadar BOD dan COD tersebut memungkinkan berkembangnya algae (ganggang). Pertumbuhan algae akan mempercepat proses oksidasi dan fotosintesis di dalam kolam oksidasi. Pupuk cair yang telah teroksidasi siap dimanfaatkan untuk menambah unsur hara di sawah, pot bunga, ladang, dan lain-lain dengan dialirkan atau disemprotkan (Maspary, 2011). Penggunaan pupuk cair ini dengan cara mencampurkan dengan air. Perbandingan air dengan banyaknya pupuk cair yang digunakan tergantung dari kandungan pupuk cair yang digunakan. Telur sering ditambahkan dalam pencampuran yang berfungsi untuk melekatkan urin fermentasi pada daun sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara maksimal. Pupuk cair mempunyai fungsi untuk mencegah kelayuan daun, memberi nutrisi pada daun, merangsang pertumbuhan tunas, dan meningkatkan produksi pertanian secara umum.
Bahan:
1.      Urine sapi 20 liter
2.      Gula merah 1 kg atau tetes tebu 1 liter
3.      Segala jenis empon-empon(lengkuas, kunyit, temu ireng, jahe, kencur, brotowali) masing-masing ½ kg
4.      Air rendaman kedelai 1 gelas atau urea 1 sendok makan
5.      Decomposer mol buah busuk
Cara pembuatan:
1.      Empon-empon ditumbuk dan direbus sampai mendidih.
2.      Setelah dingin campur dengan semua bahan yang lain.
3.      Ditutup rapat dalam jerigen dan didiamkan selama 3 minggu.
4.      Setiap hari sekali tutup dibuka untuk membuang gas yang dihasilkan.
Manfaat:
1.      Zat perangsang pertumbuhan akar tanaman pada benih/bibit.
2.      Sebagai pupuk daun organic.
Dengan dicampur pestisida bisa membuka daun yang keriting akibat serangan thrip.

MACAM-MACAM JENIS HIJAUAN RUMPUT UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Rumput merupakan hijauan pakan yang memiliki ciri perakaran serabuat,bentuk dan dasar sederhana, perakaran silindris, menyatu dengan batang, lebar daun terbentuk pada pelepah yang muncul pada buku – buku (nodus) dan melingkar batang. Akar utama rumput terbentuk sesudah perkecambahan dan selama pertumbuhan tanaman muda (seedling). Akar sekunder berbentuk padat di bawah permukaan tanah dekat dengan batang dasar.  Rumput-rumputan (Graminae) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Sistematika
Phylum           : Spermatophyta
Sub phylum    : Angiospermae
Classis            : Monocotyledoneae
Ordo               : Glumiflora
Familia           : Gramineae
Sub Familia    : Panicoideae
Tribus              :
1.    Andropogoneae
     Genus : Hyparrhenia, Themeda
2.    Clorideae
     Genus : Cynodon, Cloris
3.    Eragrosteae
     Genus : Eleusin
4.    Paniceae
     Genus: Axonopus,  Panicum, Brachiaria, Paspalum, Cenchrus, Setaria, Digitaria, Pennisetum, Sorghum.
Identifikasi rumput-rumputan (Gramineae):
a.    Rumput bede (Brachiaria decumbens)
Rumput ini tumbuh pada tanah berstruktur sedang sampai berat dengan ketinggian 0-1000 m serta tahan tanah asam dan netral tetapi tidak tahan terhadap tanah asin tetapi tahan terhadap kekeringan dan genangan. Rumput ini dapat ditanam bersama legume tumbuh tegak dan menjalar dengan panjang batang 4-4,5 m. Pada batang dan rumput ini banyak mengandung bulu.
b.    Rumput jarum (Cenchrus ciliaris)
Rumput ini berasal dari Afrika tropik dan dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik dengan musim kering yang panjang ,baik pada tanah yang ringan dan berpasir. Sifat tumbuh tanaman ini yaitu perennial dan perbanyakan tanaman dengan biji (3,5 kg/ha). Produksi hijauan sekitar 2-8 ton/ha/tahun dan tahan penggembalaan pendek. rumput ini dapat tumbuh membentuk rumpun yang lebat dengan ketinggian mencapai 15-120 cm.
c.    Rumput kalanjana (Brachiaria mutica)
Rumput kalanjana  merupakan tanaman dengan sifat tumbuh perennial dan perbanyakan tanaman dengan pols dan stolon. Tanamnan ini berasal dari afrika tropik. Dapat beradaptasi pada ketinggian 0-1000 m, tumbuh pada struktur tanah sedang sampai berat, curah hujan lebih dari samadengan 1000 mm/tahun, tahan terhadap tanah asam atau netral tidak  tahan terhadap tanah asin, tahan kekeringan dan genangan. Dapat ditanam bersama legum, tumbuh tegak dan menjalar. Tinggi tanaman dapat mencapai 60-90 cm, panjang batang 4,5 m, pada batang dan pada daun banyak terdapat bulu.
d.   Rumput raja (Pennisetum hibrida)
Rumput raja pertama kali dihasilkan di Afrika Selatan, termasuk dalam famili Graminae, sub famili Poanicoidea dan tribus Paniceae. Rumput raja termasuk tanaman perennial, beradaptasi dengan baik di daerah tropis, tanah tidak terlalu lembab dengan drainase yang baik. Rumput raja tumbuh tegak membentuk rumpun, tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan curah hujan sekitar 1000 – 1500 mm/th, tidak tahan naungan dan genangan air, hidup pada tanah dengan pH sekitar 5. Tanaman ini tidak dapat diperbanyak dengan menggunakan stek dengan panjang sekitar 25 – 30 cm atau 2 ruas. Rumput Raja mempunyai ciri-ciri antara lain: tumbuh berumpun – rumpun, batang tebal, keras, helaian daun panjang dan ada bulu serta permukaan daunnya luas.     Produksi rumput Raja segar dapat mencapai 40 ton /hektar sekali panen atau antara 200 – 250 ton/hektar/tahun. Tanaman rumput raja dapat dikombinasikan dengan tanaman legum agar karakternya lebih meningkat. Rumput raja berfungsi mencegah kerusakan tanah akibat erosi yang melanda permukaan tanah akibat sapuan air pada musim penghujan. Bahan tanaman rumput raja ada dua macam yaitu dengan stek dan robekan rumpun yang dapat tumbuh pada tempat sampai ketinggian 1500 meter dari permukaan air laut.
e.    Rumput setaria (Setaria sphacelata)
Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) atau dikenal dengan nama Rumput lampung atau Golden Timothy merupakan jenis rumput yang berasal dari Afrika, Fungsi tanaman Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) adalah sebagai Penutup tanah, Rumpu lapangan, padang penggembalaan.
Gambaran umum dari Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) adalah :
- Tumbuh tegak membentuk rumput
- Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m
- Daun lunak, lebar agak berbulu pada permukaan atasnya terutama dekat batang
- Pangkal batang berwarna kemerah-merahan
- Bunga bersusun dalam tandan warna coklat keemasan
- Sangat disukai ternak
- Sangat responsif terhadap pemupukan nitrogen
- Tanah kering
- Baik tumbuh di dataran tinggi (0-2.000 m atau lebih)
Persyaratan tumbuh Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) adalah :
- Tinggi tempat 200-300 m dari permukaan laut
- Struktur tanah sedang sampai berat
- Curah hujan tahunan tidak kurang dari 760 mm
Pengelolaan Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) adalah :
- dapat ditanam dalam barisan berjarak 90-120 cm
- Dapat ditanam bersama dengan leguminsoa Desmodium intortum, dan lamtoro
Perbanyakan Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) dapat dilakukan dengan penanaman biji (4-10 kg/ha) atau dengan sobekan rumput.
f.     Padi (Oryza sativa)
Padi merupakan tanaman yang tumbuh tegak kurang dari 1,5 m. Tumbuhan ini bersifat merumpun artinya tanaman ini anak beranak. Demikianlah umpamannya bibit yang sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membetuk dapuran dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan atau tunas baru. Tanaman ini membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh. Biasanya pemberian pakan pada ternak pada keadaan  kering.
g.    Rumput jaragua (Hyparrhenia rufa)
Tanaman yang berasal dari Afrika tropik dan sifat tumbuhnya perennial. Perbanyakan tanaman dengan biji/pols dan produksi hijauan 3-13 ton/ha/tahun. Tumbuh paling baik pada tanah berpasir yang basah. Agak tahan terhadap genangan dan tahan kering. Tumbuh tegak dan rumpun lebat. Banyak digunakan sebagai rumput padangan. Rumput yang masih muda sangat disukai ternak dengan nilai gizi tinggi. Bila tanaman tua nilai gizi merosot tajam.
h.    Gigirinting (Cynodon dactylon)
Tanaman yang berasal dari Afrika timur dengan sifat tumbuh perennial. Perbanyakan tanaman dengan pols, stolon, dan rizhoma. Produksi hijauan 4-10 ton/ha/tahun. Dapat tumbuh pada tanah berpasir sampai tanah liat berat, paling baik pada tanah berat yang lembab dan drainase baik. Tekstur daun rumput asal India ini halus dengan panjang sampai 12 cm. Ada yang berbulu dan ada pula yang tidak. Tahan terhadap injakan, renggutan dan sangat baik untuk menjaga kesuburan tanah dan mencegah erosi. Tanaman ini membentuk hamparan lebat dan sangat sukar (tidak cocok) ditanam bersama legum. Tanaman mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap api dan kekeringan karena adanya rhizoma.
i.      Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik, perennial, dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 m, bila dibiarkan tumbuh bebas, dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m. Berkembang dengan rhizoma yang dapat sepanjang 1 m. Panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm. Rumput gajah mempunyai perakaran dalam dan menyebar sehingga mampu menahan erosi serta dapat juga berfungsi untuk menutup permukaan tanah. Rumput gajah adalah tanaman tahunan, tumbuh tegak, mempunyai perakaran dalam dan berkembang dengan rhizoma untuk membentuk rumpun.
Adaptasi rumput ini toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan genangan, tetapi responsif terhadap irigasi, suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari dataran rendah sampai pegunungan, tahan terhadap lindungan sedang dan berada pada curah hujan cukup, sekitar 1000 mm/tahun atau lebih. Kultur teknis rumput ini adalah bahan tanam berupa pols dan stek, interval pemotongan 40 – 60 hari, responsif terhadap pupuk nitrogen, campuran dengan legum seperti Centro dan Kudzu, produksinya 100 – 200 ton/ha/th (segar), 15 ton/ha/th (BK), renovasi 4 – 8 tahun. Rumput Gajah toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan genangan, tetapi respon terhadap irigasi, suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari dataran rendah sampai pegunungan, tahan terhadap lingkungan sedang dengan curah hujan cukup, 1000 mm/th atau lebih.
j.      Jagung (Zea mays)
Zea mays merupakan tanaman yang tumbuh tegak yang mempunyai ketinggian 1-3 m. Tanaman ini dapat tumbuh kuat, berumpun sedikit,  batang tertekan, massif, pada pangkal kerap kali dengan akar tunjang. Helaian daun berbentuk pita dengan lebar 3–12 cm. Anak gulir berkelamin 1 serumah, yang jantan berkumpul pada ujung batang menjadi bulir yang rapat, yang betina menjadi bulir yang solitair, berdiri sendiri, di ketiak daun berbentuk tongkol.
k.    Alang-alang (Imperata cylindrica)

Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga, sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerapkali dengan karangan rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 – 1,5 m, di tempat-tempat lain mungkin lebih. Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang, panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di tengahnya. Secara umum, alang-alang digunakan untuk melindungi lahan-lahan terbuka yang mudah tererosi. Kecepatan tumbuh, jalinan rimpang alang-alang di bawah tanah, serta tutupan daunnya yang rapat, memberikan manfaat perlindungan yang dibutuhkan itu.