Showing posts with label by: RAIS HUSEIN FATHONI. Show all posts
Showing posts with label by: RAIS HUSEIN FATHONI. Show all posts

Monday, November 30, 2020

POTRET PENERBITAN SURAT KETERANGAN LAYAK BIBIT TERNAK KABUPATEN PAMEKASAN

 Oleh : Rais Husein Fathoni

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk serta kesadaran gizi masyarakat Indonesia, berbanding lurus dengan peningkatan permintaan bahan pangan asal hewan seperti daging sapi. Namun kebutuhan tersebut belum sepenuhnya terpenuhi oleh produksi daging dalam negeri. Pada tahun 2019 tercatat kebutuhan daging sapi Nasional sebanyak 686.270,98 ton, sedangkan produksi daging dalam negeri hanya mampu memenuhi 490.420,77 ton. Sehingga Indonesia masih bergantung pada impor untuk menutup defisit kebutuhan daging sapi nasional.

Salah satu upaya mendukung swasembada daging sapi nasional diantaranya adalah dengan mengelola bibit yang berstandar untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas populasi. Bibit ternak yang beredar di masyarakat harus memiliki jaminan tertulis berupa sertifikat yang memberikan informasi berupa silsilah dan ciri-ciri keunggulan ternak, yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih dan bibit ternak terakreditasi seperti amanah Undang-undang nomor 41 tahun 2014. Penilaian sertifikasi mengacu berdasarkan standar manajemen mutu dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun kendala di lapangan terutama pada komoditas sapi, masih sedikitnya peternak yang menerapkan Good Breeding Practices (GBP) sehingga menyebabkan bibit ternak bersertifikat yang beredar di masyarakat belum maksimal.

Melihat kondisi masalah diatas, saat ini telah hadir terobosan pembelajaran bagi peternak untuk langkah awal memulai ke arah sertifikasi bibit melalui upaya penerbitan surat keterangan layak bibit ternak (SKLB). SKLB ternak diterbitkan oleh Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan mengacu pada penilaian kesesuaian standar yang telah ditetapkan (SNI/PTM/Standar daerah). Beberapa daerah di Indonesia telah mulai banyak menjalankan proses penerbitan SKLB sebagai upaya menjamin mutu bibit ternak yang beredar di masyarakat.

Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu daerah yang telah melaksanakan penerbitan SKLB ternak. Kabupaten Pamekasan berada di kawasan Pulau Madura Provinsi Jawa Timur yang terletak di perlintasan jalur jaringan jalan Sampang-Sumenep dengan luas wilayah 79.230 Ha dan terdiri dari 13 Kecamatan dan 189 Desa. Dengan luas wilayah tersebut tercatat populasi sapi potong pada tahun 2019 sebanyak 194.182 ekor. Sepanjang tahun 2020 berjalan, penerbitan SKLB ternak di Kabupaten Pamekasan dapat dilihat pada tabel berikut :

No

Kecamatan

Komoditas

Jumlah

1

Pasian

Bibit Sapi Madura

227

2

Batumarmar

Bibit Sapi Madura

64

3

Waru

Bibit Sapi Madura

92

Jumlah

383

Tabel 1. Data Sementara Penerbitan SKLB Pamekasan Tahun 2020

Data sementara menunjukkan bahwa penerbitan SKLB ternak di Kabupaten Pamekasan Tahun 2020 sebanyak 383 lembar dengan keseluruhan komoditas ternak bibit sapi potong rumpun madura. Capaian penerbitan SKLB di Pamekasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti aspek teknis, aspek budaya dan aspek ekonomi.

Aspek teknis yang mendukung penerbitan SKLB tidak lepas dari upaya pengelolaan wilayah sumber bibit (wilsumbit) serta sinergitas antara Dinas teknis dengan peternak wilayah setempat. Kabupaten Pamekasan memiliki wilsumbit Sapi Madura yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian RI, yaitu di Kecamatan Pakong, Pasian, Batumarmar dan Waru (PAPABARU). Data populasi Sapi Madura di wilayah sumber bibit PAPABARU dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

No

Kecamatan

Populasi (Ekor)

Jantan

Betina

Jumlah

1

Pakong

1.497

9.530

11.027

2

Pasean

963

21.220

22.183

3

Batu Marmar

9.394

14.613

24.007

4

Waru

4.900

13.203

18.103

Jumlah

16.754

58.566

75.320

Tabel 2. Data Populasi Sapi Madura di Wilayah Sumber Bibit PAPABARU

Penetapan wilsumbit Sapi Madura di Pamekasan menjadi modal bagi Dinas teknis (Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan) untuk melaksanakan upaya pengelolaan guna menjaga kemurnian dan populasi Sapi Madura pada empat kecamatan tersebut. Pengelolaan wilsumbit Sapi Madura yang selama ini telah dilaksanakan salah satunya adalah penyelenggaraan kegiatan uji performans secara konsisten sehingga bibit yang memenuhi  standar dapat diterbitkan SKLB. Kegiatan uji performans di Pamekasan dapat berjalan baik karena mampu menarik minat dan partisipasi masyarakat peternak.  

Faktor budaya yang dimiliki masyarakat Madura khususnya Pamekasan turut mendorong peternak untuk memiliki Sapi Madura yang berkualitas. Cukup banyak pagelaran dan kearifan budaya lokal masyarakat yang melibatkan Sapi Madura, seperti kontes sapi sonok, karapan sapi maupun adanya perkumpulan taccek atau pajangan sapi. Sapi Madura yang memiliki SKLB tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi peternak di wilayah Pamekasan.

Sedangkan faktor lainnya yang mendorong penerbitan SKLB di Pamekasan adalah dari segi aspek ekonomi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Sapi Madura ber-SKLB memiliki nilai pasar diatas rata-rata. Kisaran harga Sapi Madura yang memiliki SKLB dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 

Harga Pasar (Rupiah)

Grade 1

Grade 2

Grade 3

Pejantan

40 - 50 Juta

25 - 35 Juta

15 - 20 Juta

Betina

30 - 70 Juta

15 - 25 Juta

8 - 10 Juta

Tabel 3. Kisaran Harga Sapi Madura Ber-SKLB

Pelabelan grade pada tabel 3. diatas berdasarkan penilaian kesesuaian ternak terhadap standar SNI 7651.2 tahun 2013 tentang standar bibit Sapi Madura. Tingginya harga jual bibit Sapi Madura yang memiliki SKLB menjadi daya tarik peternak untuk mengusulkan ternaknya dalam memperoleh penerbitan SKLB dari Dinas terkait.

Saturday, June 27, 2020

REVISI STANDAR BIBIT SAPI MADURA


Sapi madura merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang telah ditetapkan sebagai sumber daya genetik hewan melalui keputusan Menteri Pertanian RI nomor 3735 / Kpts / HK.040 / 11 / 2010. Seperti namanya, sapi ini memiliki sebaran asli geografis di wilayah pulau Madura Jawa Timur. Guna memenuhi kebutuhan bibit sapi madura yang berkualitas, maka ditetapkanlah Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang persyaratan mutu bibit sapi madura pada tahun 2013 dengan nomor SNI 7651.2:2013. Dengan ditetapkannya SNI ini, diharapkan dapat :
  •   Mendukung pelestarian sumber daya genetik hewan;
  • Meningkatkan kualitas genetik sapi madura;
  • Meningkatkan produktivitas sapi madura;
  • Memberikan jaminan kepada produsendan konsumen terhadap mutu bibit sapi madura.


Namun dikarenakan adanya perkembangan kebutuhan standar mutu bibit sebagai acuan di lapangan, maka pada Tahun 2020 ini SNI bibit sapi potong madura nomor SNI 7651.2:2013 telah direvisi dan ditetapkan menjadi SNI 7651-2:2020. Adapun pokok bahasan yang direvisi dalam standar bibit sapi madura meliputi :
  • -       Ruang lingkup;
  • -       Istilah dan definisi;
  • -       Persyaratan mutu; dan
  • -       Cara pengukuran.

     Dari keempat aspek diatas, titik berat yang harus dicermati adalah aspek persyaratan mutu, yakni pada bagian persyaratan mutu kuantitatif. Seperti misalnya pada saat sebelum dilakukan revisi SNI, terdapat grade/kelas yang membedakan kualitas sapi madura. Untuk lebih mengetahui tentang perubahan persyaratan mutu kuantitatif SNI bibit sapi madura antara sebelum dan sesudah direvisi, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Persyaratan Mutu Kuantitatif Bibit Sapi Madura Jantan
  • Sebelum revisi


  • Sesudah revisi



2.        Persyaratan Mutu Kuantitatif Bibit Sapi Madura Betina
  • Sebelum revisi


  • Sesudah revisi

Secara keseluruhan, persyaratan kesesuaian standar bibit sapi madura yang terbaru dapat dilihat dalam SNI 7651-2:2020 dengan judul Bibit sapi potong – Bagian 2: Madura.

Monday, March 30, 2020

KARTU REKORDING TERNAK BIBIT SAPI POTONG

Apa itu rekording ternak?? Apabila pertanyaan tersebut diberikan kepada peternak sapi, pasti peternak dapat menjawab dengan mudah dan benar. Namun, sebagian besar peternak hanya mengetahui pengertiannya saja. Apabila ditanya subtansi apa saja yang dicatat dalam kartu rekording ternak, masih banyak peternak yang belum mengetahuinya. Sehingga sampai saat ini masih sangat sedikit peternak yang menerapkan rekording pada ternaknya.

Rekording ternak sangat bermanfaat dalam menunjang usaha pembibitan ataupun budidaya. Dalam usaha pembibitan sapi potong, rekording performa ternak bermanfaat untuk menentukan apakah ternak yang bersangkutan termasuk kriteria bibit sesuai standar nasional Indonesia (SNI). Apabila ternak yang bersangkutan sesuai SNI dapat diberikan Surat Keterangan Layak Bibit oleh dinas yang membidangi fungsi peternakan provinsi/kabupaten/kota.

Dalam kartu rekording ternak, secara garis besar subtansi yang harus dicatat meliputi Identitas ternak, silsilah (pedigree), karakteristik ternak, pengukuran performa serta data perkawinan.  Penerapan rekording pada pembibitan sapi potong dapat dilakukan pada sapi potong induk, sapi potong anak-muda, serta sapi potong pejantan. Berikut ini adalah contoh kartu rekording ternak dalam pembibitan sapi potong:

1. Kartu rekording sapi potong induk


2. Kartu rekording sapi potong anak-muda



3. Kartu rekording sapi potong pejantan



Tuesday, December 31, 2019

SEBARAN DISTRIBUSI SEMEN BEKU BIB LEMBANG DI WILAYAH JAWA TIMUR TAHUN 2019

Oleh Rais Husein Fathoni

Daging dan susu saat ini menjadi  salah satu menu populer dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sehingga fenomena ini berdampak positif terhadap peningkatan permintaan masyarakat akan produk protein asal ternak ruminansia tersebut. Tingginya permintaan tersebut harus bisa diimbangi dengan peningkatan produksi, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini bertujuan agar Indonesia dapat menjadi negara mandiri pangan.
Kondisi peternakan di Indonesia saat ini masih di dominasi oleh peternakan rakyat. Peternakan rakyat ditandai dengan banyaknya jumlah peternak, namun ternak yang dipelihara jumlahnya sedikit. Umumnya tujuan pemeliharaan ternak hanya digunakan sebagai kegiatan sampingan, karena profesi utamanya sebagian besar adalah petani. Selain itu, penggunaan pakan dalam pemeliharaan biasanya hanya mengandalkan limbah pertanian seperti jerami padi yang dapat menurunkan produksi dan reproduksi ternak. Hal-hal tersebut menjadi salah satu faktor lambatnya pertumbuhan populasi sapi di Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas sapi adalah dengan  melaksanakan progam nasional upaya khusus sapi/kerbau indukan wajib bunting (UPSUS SIWAB). Upsus siwab merupakan program percepatan peningkatan populasi sapi/kerbau dengan beberapa kegiatan, seperti penanganan gangguan reproduksi, pelayanan inseminasi buatan (IB), pemeriksaan kebuntingan dan pelaporan kelahiran sesuai dengan target yang telah ditentukan. Pada Pelaksanaan program upsus siwab 2019, Kementerian pertanian memiliki target nasional 3 juta akseptor IB dengan menghasilkan jumlah kebuntingan 2,1 juta induk dan dapat melahirkan 1,68 juta ekor anakan sapi/kerbau. Sedangkan di wilayah provinsi Jawa Timur memiliki target 1,3 juta akseptor IB, 910.000 indukan bunting serta 728.000 ekor kelahiran.
Tingkat keberhasilan IB dipengaruhi oleh mutu semen beku, kondisi induk (BCS) sapi yang akan di IB, ketepatan deteksi birahi dan kecepatan melapor kepada petugas, serta keterampilan inseminator di lapangan, faktor kesehatan hewan dan manajemen pakan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya interaksi pengaruh genetik dengan kondisi lingkungan (Dwiyanto dan Inounu, 2009). Semen beku adalah semen cair dari ternak pejantan yang telh ditambah pengencer sesuai prosedur, kemudian dikemas dalam straw dan dibekukan pada suhu -196ᵒC. Semen beku tersebut berasal dari pejantan unggul terpilih yang sudah melewati seleksi berdasarkan kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya dalam suatu ras/bangsa tertentu. Semen beku sapi yang beredar di Indonesia terdiri dari bermacam-macam bangsa/ras, mulai dari sapi lokal (madura, bali, PO, dll) hingga sapi eksotik (simmental, limousin, dll).

Berdasarkan target pelaksanaan program upsus siwab diatas, dipastikan daerah-daerah di Jawa Timur akan masuk semen beku dari berbagai ras/bangsa sapi dalam jumlah yang banyak. Sehingga diperlukan informasi mengenai sebaran semen beku yang digunakan oleh setiap daerah di wilayah Jawa Timur. Hal ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menghitung populasi dan ras/bangsa ternak sapi/kerbau di suatu daerah-daerah.

Selengkapnya bisa di download disini :

Sebaran Distribusi Semen Beku BIB Lembang di Wilayah Jawa Timur Tahun 2019

Tuesday, November 19, 2019

MENGENAL PROSES PRODUKSI DOC DI HATCHERY FARM



Seiring meningkatnya minat masyarakat dalam membudidayakan ayam ras (broiler atau layer), maka semakin meningkat pula permintaan masyarakat peternak terhadap unsur-unsur penunjang budidaya ayam ras. Selain masalah perkandangan, pakan dan obat vaksin kimia (OVK), umumnya peternak juga sangat memperhatikan terkait bibit/day old chick (DOC) yang akan digunakan. Dengan banyaknya peternak yang menambah populasi ayam, tentunya permintaan DOC mengalamai kenaikan. Peluang ini ternyata menjadi daya pikat oleh perusahaan-perusahaan untuk terjun di industri penetasan, hal ini dibuktikan dengan munculnya banyak perusahaan penetasan telur (hatchery farm) di Indonesia.
Dalam memproduksi DOC, tentunya berbagai perusahaan mempunyai manajemen yang berbeda dalam mengelola hatchery farmnya. Hal inilah yang nantinya mempengaruhi kualitas dan karakteristik DOC yang ada di pasaran.
Telur yang digunakan sebagai telur tetas adalah telur hasil perkawinan induk ayam jantan dan betina. Pemeliharaan indukan ayam dilakukan di breeding farm dengan manajemen pemeliharaan dan biosecurity yang telah ditentukan oleh masing-masing perusahaan. Pemindahan telur tetas (HE) dari breeding farm menuju hatchery farm dilakukan dengan kendaraan khusus pengangkut telur untuk meminimalisir kerusakan HE.
Terminal Penerimaan HE
Setelah sampai di hatchery farm,  kemudian telur di terima di terminal ruang peneriman HE. Di dalam ruangan ini HE di seleksi dan dilakukan fumigasi. Seleksi HE bertujuan untuk memilih telur yang layak untuk ditetaskan dan menyingkirkan telur yang tidak sesuai dengan standar. Beberapa hal yang menjadi patokan dalam seleksi HE, diantaranya adalah bentuk, ukuran, keadaan kerabang, kebersihan dan kondisi tidak normal lainnya. Telur yang dinyatakan layak seleksi, kemudian dilakukan fumigasi. Fumigasi bertujuan untuk membubuh mikroba yang dapat menurunkan daya tetas telur. Setelah dilakukan fumigasi, selanjutnya telur disimpan sementara di cooling room.
Cooling Room
Terkadang, produksi He dari breeding farm dalam satu hari belum bisa memenuhi kapasitas mesin setter. Maka dari itu, HE dapat disimpan sementara dalam cooling room sampai jumlah telur cukup untuk memenuhi kapasitas mesin setter. Telur yang disimpan dalam cooling room bertujuan untuk menghentikan sementara proses perkembangan biologis yang ada di dalam HE. Sehingga pada saat dimasukkan ke dalam mesin setter, kondisi biologisnya masih seperti umur 0 (nol) hari. Rata-rata telur tetas dapat disimpan dalam cooling room sampai batas maksimal empat hari, jika lebih dari empat hari dikhawatirkan akan meurunkan daya tetas HE tersebut. Pengaturan suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap penyimpanan telur di tempat ini. Suhu dan kelembaban dalam cooling room idealnya adalah 8-14◦C dan 75-77% dengan tumpul telur posisi diatas.
Setter
Mesin setter merupakan mesin yang fungsinya dibuat mirip dengan kondisi pemeraman telur tetas oleh induk ayam secara alami. Lamanya perlakuan HE di dalam mesin ini sekitar 18-19 hari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari pengaturan mesin setter diantaranya adalah temperatur, kelembaban udara, pemutaran telur (turning) dan sirkulasi udara. Pengaturan temperatur di mesin setter antara 98ᵒF-100ᵒF dan keseragaman temperatur di seluruh ruangan setter mutlak diperlukan agar menghasilkan perkembangan embrio HE yang seragam. Kelembaban udara dalam setter salah satunya dapat mempengaruhi weight loss (penyusutan telur selama inkubasi) yang nantinya berdampak pada daya tetas HE. Di Indonesia, umumnya kelembaban udara di mesin setter diatur antara 50%-55% dengan target capaian weight loss sekitar 12-14% (kantung udara telur tersisa 1/3 bagian). Pemutaran telur dalam setter (turning) bertujuan agar seluruh permukaan telur memperoleh suhu yang merata, serta embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel membran. Pada mesin setter kapasitas besar, Idealnya turning otomatis dilakukan setiap satu jam sekali dengan kemiringan 45ᵒ. Sedangkan sirkulasi dibutuhkan untuk menyeimbangkan suplai oksigen dan pembuangan gas CO2 yang ada di dalam mesin setter. Sirkulasi udara di dalam setter dapat diatur dengan bantuan alat cerobong exhoust. Volume udara yang masuk ke setter direkomendasikan sekitar 5 CFM per 1000 telur tetas yang dapat diukur dengan alat anemometer.
Transfer HE dan Candling
Transfer HE umumnya dilakukan di hari ke  18 atau 19 yang dihitung sejak pertama kali masuk mesin setter. Transfer HE merupakan kegiatan memindahkan telur dari mesin setter ke mesin hatcher. Dalam proses ini juga sekaligus dilakukan seleksi telur tetas yang fertil dan infertil dengan cara peneropongan (candling). Banyak hatchery di Indonesia yang menggunakan sistem penerangan dengan meja candling dalam melakukan seleksi telur fertil dan infertil. Saat penyinaran, telur fertil akan terlihat merah gelap, karena di dalamnya sudah terbentuk jaringan dan bagian-bagian tubuh DOC. Sedangkan telur infertil akan terlihat merah terang saat dicandling, karena di dalam telur tersebut masih encer tidak ada embrio DOC. Telur yang terkontaminasi juga akan menunjukkan ciri-ciri tersendiri saat dicandling. Telur yang tidak layak dari hasil candling ini kemudian disingkirkan, karena apabila telur tersebut ikut terbawa masuk ke mesin hatcher dapat mengakibatkan menurunnya presentase daya tetas serta dapat mencemari mesin hatcher apabila ada telur tersebut yang meledak di dalamnya.
Hatcher
Mesin hatcher merupakan tempat yang disiapkan untuk menetasnya telur tetas fertil (hasil candling). Ditempat ini hampir sama dengan mesin setter, namun di ruang hatcher ini tidak diperlukan pembalikan/turning telur lagi. Pengaturan temperatur, kelembaban udara dan sirkulasinya pun juga berbeda dengan mesin setter. Temperatur yang dibutuhkan umumnya lebih rendah, yakni sekitar 35-37ᵒC. Sedangkan kelemban udaranya lebih tinggi, yaitu sekitar 60%-75%. Di mesin hatcher, produksi panas dan gas CO2-nya lebih tinggi, sehingga level kecepatan sedotan cerobong exhoust (velocity) diatur sekitar 200-220 CFM untuk menurunkan konsentrasi CO2 di dalam ruangan. Perlu diketahui, telur yang ada di dalam hatcher memiliki waktu menetas yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penyesuaian dalam mengatur kondisi lingkungan di dalam hatcher.
Pull Chick
Setelah telur di dalam hatcher menetas, proses selanjutnya adalah mengambil DOC tersebut atau biasa disebut dengan pull chick. Ketepatan waktu dalam pull chick sangat mempengaruhi kualitas DOC yang dihasilkan nantinya. Keterlambatan dalam pull chick dapat mengakibatkan DOC kekurangan cairan/dehidrasi, sehingga saat seleksi DOC nantinya banyak yang tidak layak/culling. Maka untuk mencegahnya, diperlukan kontrol secara berkala sekitar 4-6 jam menjelang waktu panen pada normalnya. Setelah DOC terambil, selanjutnya dapat dilakukan seleksi dan grading. Proses ini bertujuan untuk memilih DOC yang layak untuk dijual, sekaligus untuk menentukan klasifikasi grade sesuai dengan ketetapan dari masing-masing perusahaan.
Penanganan lanjutan
         Penangan lanjutan ini dapat berupa vaksinasi dan packing DOC untuk segera dipasarkan. Terkadang di beberapa perusahaan, vaksinasi tidak mutlak dilakukan, kecuali bila ada konsumen yang memesan DOC yang bervaksinasi.