keripik talas dengan tekstur sangat kriukkk, rasanya gurih enak dan nikmat.
tanpa bahan pengawet. rasa : original berat bersih : 100 grcukup dengan harga 18.000/pcs buruan order ke 085290530274 atau klik disini coba sekali, bakal ngriiuuuk terus!!!
keripik talas dengan tekstur sangat kriukkk, rasanya gurih enak dan nikmat.
tanpa bahan pengawet. rasa : original berat bersih : 100 grAnda merupakan pasien yg harus istirahat penuh di tempat tidur??
Terlalu lama berbaring/aktivitas di tempat tidur berpotensi dapat menimbulkan luka/lecet baru pada badan pasien. Kini disewakan kasur yg dapat mencegah luka baring bagi pasien yg diwajibkan istirahat lama di tempat tidur.Bagi sobat yang membutuhkan informasi seputar lowongan pekerjaan di bidang peternakan, berikut ini ada beberapa lowongan pekerjaan dengan berbagai posisi dan lokasi penempatan.
Pastikan sobat yang mau apply lamaran sudah membaca kualifikasi yang dipersyaratkan dan batas akhir pendaftaran yaa..!!
Semoga membantu dan selamat mencoba, Sobat!!
PENDAHULUAN
Sapi peranakan ongole (PO) merupakan rumpun sapi lokal Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2012 melalui Keputusan Menteri Pertanian nomor 2841/kpts/LB.430/8/2012. Sapi PO merupakan hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi ongole yang didatangkan dari India sejak tahun 1904, selanjutnya dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karakteristik sapi PO diantaranya yaitu (1) warna tubuh dominan putih hingga keabu-abuan; (2) sekitar mata, moncong dan rambut ekor berwarna hitam; (3) bertanduk bungkul/pendek/panjang; (4) memiliki gelambir dan punuk. Sapi PO memiliki beberapa keunggulan, seperti kemampuan adaptasi lingkungan yang baik pada daerah tropis seperti Indonesia, lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan sapo eksotis, memiliki kemampuan reproduksi yang baik meskipun dipelihara pada daerah marjinal.
Gambar 1.
Foto Sapi PO
Dalam rangka melestarikan dan menyediakan bibit ternak sapi PO secara berkelanjutan, diperlukan upaya pembibitan dalam suatu wilayah sumber bibit (Wilsumbit). Wilayah sumber bibit ternak merupakan wilayah yang telah memenuhi kriteria jenis dan rumpun ternak, agroklimat, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai wilayah sumber bibit berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/ 9/2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/11/2012. Suatu wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit harus dikelola secara baik dengan memperhatikan aspek teknis (pembibitan, pakan, kesehatan hewan, agroklimat, ilmu pengetahuan dan teknologi), sosioal ekonomi dan kebijakan, termasuk dukungan pendanaan untuk keberlanjutan wilayah tersebut sebagai wilayah sumber bibit ternak dapat terjamin.
Provinsi Jawa Timur sampai dengan saat ini memiliki tiga wilsumbit yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia. Tiga wilayah tersebut yakni wilsumbit sapi PO, wilsumbit sapi madura dan wilsumbit kambing senduro. Wilsumbit sapi PO di Provinsi Jawa Timur berada di Kecamatan Tambakrejo Kabupaten Bojonegoro. Daerah tersebut telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit Sapi PO pada tahun 2015 melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 356/Kpts/PK.040/6/2015.
PROFIL
WILSUMBIT SAPI PO BOJONEGORO
Kabupaten Bojonegoro terletak diantara 6°59’ - 7°37’ Lintang Selatan dan 112° 25’–112° 09’ Bujur Timur dengan luas daerah sekitar 2.307,06 km² yang terbagi atas 28 Kecamatan. Jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2021 sebanyak 1.341.259 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 581 jiwa/km². Sedangkan Kecamatan Tambakrejo merupakan salah satu Kabupaten di Bojonegoro yang terdiri dari 18 desa dengan luas keseluruhan mencapai 209,52 km². Kondisi alam wilayah tersebut secara geografis memiliki potensi untuk pengembangan sektor peternakan.
Sapi PO merupakan
komoditas andalan di Kabupaten Bojonegoro, utamanya di
Kecamatan Tambakrejo. Pada tahun 2021 populasi Sapi PO di Kecamatan Tambakrejo
sebanyak 18.620 ekor dan secara keseluruhan populasi Sapi PO di Kabupaten
Bojonegoro mencapai 111.610 ekor.
Kecamatan Tambakrejo sebagai wilsumbit sapi PO memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Memiliki kondisi agroklimat yang baik, yaitu berada pada dataran sedang
2) Memiliki Kepadatan penduduk relatif sedang
3) Rumpun sapi PO lebih dominan dikembangkan dibandingkan dengan rumpun sapi
lainnya.
4) Memiliki populasi sapi PO tertinggi diantara 28 Kecamatan lain di Kabupaten Bojonegoro.
Sedangkan faktor-faktor yang mendukung pengembangan sapi
PO di wilsumbit Kecamatan Tambakrejo, diantaranya adalah :
1) Sapi PO memiliki adaptivitas yang baik dengan kondisi lingkungan setempat
2) Dukungan sumber daya alam yang mendukung pemeliharaan ternak sapi PO
3) Kesukaan sebagian besar masyarakat peternak dalam memelihara sapi PO serta
diwariskan secara turun-temurun
4) Ketersediaan perbankan, koperasi, pasar, kelembagaan masyarakat (kelompok
dan gabungan kelompok), asosiasi pedangan dan pemotong sapi dalam mendukung
penyelenggaraan tataniaga usaha peternakan
5) Dukungan iptek terhadap pengembangan usaha peternakan sapi berupa
ketersediaan semen, peralatan Inseminasi Buatan (IB), alat kesehatan, petugas IB, Pemeriksaan Kebuntingan (PKB),
Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
dan Paramedik
yang profesional.
6) Dukungan pemerintah pusat/daerah, perguruan tinggi dan lembaga penelitian melalui kebijakan dan kegiatan terkait pengembangan sapi PO murni di Kecamatan Tambakrejo.
PENGELOLAAN WILSUMBIT SAPI PO
Wilayah sumber bibit sapi PO yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian perlu dikelola secara baik untuk mencapai sasaran tersedianya bibit ternak secara berkelanjutan. Untuk itu diperlukan kegiatan pengelolaan wilayah sumber bibit sapi PO yang didukung oleh :
1)
Partisipasi aktif masyarakat dan pelaku usaha
2)
Pemberdayaan kelembagaan (ekonomi dan sosial)
3)
Anggaran dan kebijakan pemerintah/pemerintah
daerah
Secara umum,
pelaksanaan kegiatan pengelolaan wilsumbit dapat dilkukan melalui :
1) Pembentukan gabungan kelompok pembibit
2) Penerapan program pemuliaan dengan melakukan identifikasi ternak, pencatatan, pengukuran dan penimbangan serta seleksi
3) Penguatan Infrastruktur Pembibitan Ternak (SDM, sarana/prasarana dan optimalisasi ketersediaan sumber pakan dan lahan)
Seiring perkembangan zaman tingkat kebutuhan protein hewani sebagai salah satu pemenuhan gizi seimbang manusia terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini berbanding lurus pada peningkatan permintaan pasar akan kebutuhan daging termasuk kebutuhan daging ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba. Ternak potong yang paling populer di Indonesia adalah sapi. Namun untuk pemenuhannya hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan impor. Sedangkan ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba Indonesia masih bisa dipenuhi dari swadaya lokal. Kegiatan acara keagamaan, acara keluarga, hingga kebutuhan sehari-hari banyak menggunakan daging ternak ruminansia karena memperhatikan prestise, persyaratan keagamaan, hingga kebutuhan hasrat manusia.
Keberadaan domba sebagai komoditas ternak potong memiliki arti tersendiri bagi pemenuhan kebutuhan tersebut. Domba memiliki keunggulan pemeliharaan yang terbilang mudah, litter size tinggi dan tidak rentan terhadap penyakit. Domba ekor gemuk (DEG) merupakan satu rumpun domba unggul yang memiliki ukuran lebih besar dari pada domba ekor tipis. DEG termasuk hewan yang mudah beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan sehingga mudah dipelihara dan dikembangkan. Masa perkembangbiakan DEG berkisar 1,5 tahun untuk yang pertama dan 7-8 bulan untuk periode berikutnya. DEG memiliki ukuran yang besar dan dapat mencapai berat badan 33 kg pada 3 bulan, 50 kg pada 6 bulan dan 90 kg pada usia 12 bulan.
Keunggulan genetik pada DEG merupakan potensi unggul peternakan yang perlu dikembangkan. Karakteristik unggul yang dimiliki DEG menjadi tolak ukur kualitatif maupun kuantitatif yang perlu di perhatikan dalam pemilihan bibit unggul.
A. Karakteristik Anatomi Domba Ekor Gemuk
Domba
diklasifikasikan berdasarkan kegunaannya antara lain untuk penghasil daging,
wol, susu, kulit, dan lain-lain. Salah satu domba penghasil daging adalah domba
ekor gemuk (DEG). Populasi DEG sendiri sebesar 25% dari populasi
domba di dunia.
Saat
ini, sebagian besar domba yang ada di Indonesia adalah tipe ekor gemuk. Pada
tahun 1938 peternakan DEG didirikan di Pulau Madura. Sejak saat itu, DEG
menjadi popular di Madura dan mulai menyebar ke wilayah Jawa Timur, serta
daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Domba Jawa Ekor Gemuk dihasilkan dari
persilangan DEG dengan domba ekor tipis asli. Peternak yang
beralih dari domba ekor tipis ke DEG beralasan karena ukuran tubuhnya lebih besar
dan lebih disenangi oleh konsumen.
Pengetahuan pada karakteristik anatomi suatu hewan/ternak perlu diketahui sebelum adanya penelitian lebih lanjut. Karakteristik anatomi secara umum dapat digambarkan dari ciri-ciri fisik/tubuh. Tidak ada tanda anatomi yang jelas untuk membedakan antara domba gemuk dan DEG, sehingga istilah ini digunakan secara bergantian. Tapi melihat lemaknya pada ekor panjang, mereka dapat diklasifikasikan sebagai domba gemuk ekor panjang dan pendek. DEG pendek biasanya berbentuk baji dengan titik meruncing. Sementara itu DEG panjang memiliki ekor berlemak yang tergantung di bawah persendian tumit.
B. Strategi Pemeliharaan Domba Ekor Gemuk
Manajemen pemeliharaan yang
baik akan sangat membantu peningkatan produktivitas domba ekor gemuk (DEG). Dengan
meningkatnya produktivitas ini diharapkan akan memberi keuntungan lebih kepada
para peternak, terutama dalam hal ekonomi. Manajemen pemeliharaan yang sangat
mempengaruhi produktivitas ternak antara lain perihal pemilihan bibit, perkandangan,
pakan dan kesehatan ternak.
1. 1. Pemilihan Bibit
Faktor pertama yang harus diperhatikan dalam manajemen pemeliharaan DEG yang baik adalah pemilihan bibit. Hal ini karena akan sulit tercapai produktivitas yang tinggi apabila bibit yang digunakan kurang bagus mutunya, sekalipun diimbangi dengan perkandangan, pemberian pakan dan pemeliharaan kesehatan yang sudah maksimal. Teknik pemeliharaan secara tradisional yang umum dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan DEG tidak dapat berproduksi secara maksimal, dimana domba tetap kecil dan kurus. Selain itu perhatian terhadap mutu bibit domba juga kurang karena tidak ada tahapan seleksi.
Diperlukan kriteria tersendiri dalam hal pemilihan bakalan untuk mendukung program penggemukan domba. Pemilihan bakalan yang tepat diharapkan mampu mendapatkan laju pertumbuhan yang tinggi pada domba yang dipelihara. Ciri fisik domba bakalan tersebut diantaranya adalah:
No |
Bagian tubuh |
Karakteristik |
|
1 |
Kepala |
a) b) c) d) e) |
Tidak terlalu panjang Dari depan terlihat besar dan lebar Mulut besar dan lebar Moncong tidak runcing Mata tidak rabun |
2 |
Badan |
a) b)
c) d) e) f) g) |
Badan panjang dan besar Punggung rata, lurus (tidak cekung ke bawah), dan lebar (tidak tipis) Dada dalam dan lebar Bentuk perut normal, tidak buncit Tulang iga (dada) terlihat lebar Bagian depan sampai belakang terlihat rata Berat badan berkisar 10-25 kg |
3 |
Pantat |
a) b) |
Dari belakang terlihat lebar Tidak runcing |
4 |
Bulu/wool |
a) b) |
Halus, tidak kasar dan tidak gembel Warna bulu putih polos |
2. Perkandangan
Usaha ternak domba akan berhasil jika tersedia bangunan kandang yang baik dan memadai. Kandang yang baik akan sangat berpengaruh besar terhadap peningkatan konversi pakan, laju pertumbuhan dan kesehatan. Bangunan kandang harus selalu diupayakan untuk dapat memenuhi fungsi sebagai tempat istirahat, untuk melindungi dari hewan buas, untuk tempat makan dan minum apabila tidak digembalakan, sebagai tempat untuk kawin dan beranak, tempat agar ternak tidak membuang kotoran dan kencing sembarang tempat dan untuk mempermudah dalam pengontrolan ternak.
3. Pakan
Faktor selanjutnya yang
mendukung manajemen pemeliharaan yang baik adalah pemberian pakan. Pemberian
pakan (ransum) sesuai dengan standar kebutuhan gizi ternak dan disediakan dalam
jumlah yang cukup. Pakan mempunyai pengaruh paling besar, yakni sekitar 60% dari biaya produksi.
Pakan yang umum diberikan berupa hijauan dan
penambahan pakan penguat. Konsentrat atau pakan penguat merupakan pakan yang
memiliki kandungan zat makanan tertentu dengan kandungan energi relatif tinggi,
serat kasar dan daya cernanya yang baik. Pakan ini cocok untuk menambah zat
makanan yang ada.
Pada proses penggemukan, konsentrat dapat diberikan 0,6 kg setiap harinya untuk satu ekor domba dengan bobot badan 15-22 kg. pemberian pakan konsentrat dilakukan pada pagi hari, yaitu pada pukul 08.00 pagi dengan takaran 0,3 kg untuk setiap domba, sedangkan untuk sore hari pada pukul 15.00 diberikan kembali konsentrat dengan takaran yang sama. Konsentat dapat dibuat dari campuran dari berbagai bahan pakan seperti dedak, kopra, onggok dele dan molases. Salah satu komposisi pembuatan konsentrat yang digunakan peternak (per 100 kg) yaitu dedak/bekatul 50 kg (50%), bungkil kelapa 25 kg (25%), tepung jagung 15 kg (15%), bungkil kacang tanah 8 kg (8%), garam dapur 1 kg (1%), tepung tulang 0,5 kg (0,5%) dan kapur 0,5 kg (0,5%).
4. Kesehatan
Domba memiliki daya adaptasi
yang cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan tempat pemeliharaan.
Namun, hal ini jangan membuat kita menjadi lengah dalam memperhatikan kesehatan
dari domba yang kita pelihara. Hal itu karena kesehatan ternak juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan ternak. Ternak
yang sehat tentu akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada ternak
yang kurang sehat. Oleh sebab itu, peternak hendaknya jeli dan memperhatikan
ternaknya tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang membahayakan. Obat-obatan ternak yang
perlu disediakan dalam pemeliharaan domba antara lain adalah vitamin, Bio-N-Plus,
Premix Mineral, vaksin, obat diare dan serta antibiotik. Pemberian vitamin ini
bertujuan untuk menghilangkan stres selama diperjalanan. Pemberian vitamin ini
diberikan kepada DEG selama kurang lebih 2 minggu. Selain diberikan vitamin,
para peternak juga memberikan Growth Stimulant (GS) berupa Bio-N-Plus untuk merangsang bobot badan DEG. Pemberian antibiotik
bertujuan untuk mengobati penyakit yang terdapat pada domba serta mempercepat
kesembuhan saat infeksi. Sedangkan obat-obatan yang lain
penggunaannya akan disesuaikan dengan penyakit yang terjadi pada
ternak tersebut.
C. Karakteristik Karkas Domba Ekor Gemuk
DEG
saat ini telah menjadi salah satu ternak penghasil daging yang digemari oleh
masyarakat. Hal ini tidak lepas dari performa produksinya yang bagus. Performan
produksi seekor ternak dapat diukur dari kemampuan ternak tersebut mencapai
bobot potong yang tinggi yang diikuti oleh produksi karkas dengan kualitas dan
kuantitas yang tinggi, terutama jumlah daging karkas yang banyak karena
konsumen selalu menginginkan karkas dengan komposisi fisik; daging yang
maksimal, tulang yang minimal dan lemak yang optimal. Seekor ternak potong
dianggap mempunyai nilai ekonomis tinggi bila produksi karkas yang dihasilkan
tinggi. Didalam penilaian komposisi
karkas ada tiga variabel yang penting yaitu tulang, daging dan lemak karkas,
apabila ada proporsi yang lebih besar maka salah satu variabel akan memiliki
proporsi yang lebih sedikit atau kedua variabel sebagai sisanya.
Domba jantan dan betina memiliki persentase karkas yang berbeda. DEG jantan memiliki persentase karkas 49,86±0,60
%, sedangkan untuk DEG betina hanya 44,64±3,58. Hal ini dapat disebabkan karena ternak
betina mempunyai organ-organ yang ada di rongga dada dan perut yang lebih
tinggi bobotnya, sehingga proporsi karkasnya menjadi lebih kecil.
Komposisi
fisik karkas baik pada domba jantan maupun betina memiliki kecenderungan yang sama, yakni proporsi yang paling
banyak adalah daging (57,50% jantan, 63,06% betina) kemudian diikuti proporsi
tulang (25,5% jantan, 21,48% betina) dan yang paling sedikit adalah lemak
(17,99% jantan, 15,46% betina).
KESIMPULAN
DEG memiliki potensi yang lebih
dikembangkan lagi di wilayah Jawa Timur. Hal ini karena domba memiliki daya
adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan dan ketersediaan pakan di Jawa
Timur cukup melimpah. Dalam rangka pengembangan budidaya DEG ini harus disertai
manajemen pemeliharaan yang baik, meliputi pemilihan bibit yang tepat,
perkandangan baik sesuai, pemberian pakan yang bemutu bagus serta perhatian
terhadap kesehatan ternak. Pemberian pakan yang sesuai standart baik kualitas
maupun kuantitas akan memberi pengaruh positif pada presentase karkas domba
yang dihasilkan.
REFERENSI
Mohapatra,
Arpita., Shinde., A.K. 2018. Fat-Tailed Sheep-an Important Sheep Genetic
Resource For Meat Production in Tropical Countries: An Overview. Indian
Journal of Small Ruminants 2018, 24 (1): 1-17.
Triana,
Irma Norma., Ratnasari, Rr. Ratih., Azmijah, Ajik. 2017. Program Penggemukan
Ternak Domba Ekor Gemuk Di Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Jurnal Layanan Masyarakat Universitas
Airlangga, Volume 01 Nomor 02 Tahun 2017, 51–55.
Saifudin,
Ali., Aini, Lia Nur., Aliyah., Badani, Milal. 2018. Tata Laksana Penggemukan
Domba Di CV Angkasa Tujuh Bojonegoro. Jurnal Inovasi Penelitian Vol. 2
Desember 2018.
Ashari,
M., Suhardiani, Rr. Agustien., Andriati, Rina. 2018. Produksi dan Komposisi
Fisik Karkas Domba Ekor Gemuk yang Dipelihara Secara Tradisional di Lombok. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia Volume 4 (1): 191-198.
Oleh : Rais Husein Fathoni
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk serta kesadaran gizi masyarakat Indonesia, berbanding lurus dengan peningkatan
permintaan bahan pangan asal hewan seperti daging sapi. Namun kebutuhan tersebut
belum sepenuhnya terpenuhi oleh produksi daging dalam negeri. Pada tahun 2019
tercatat kebutuhan daging sapi Nasional sebanyak 686.270,98 ton, sedangkan
produksi daging dalam negeri hanya mampu memenuhi 490.420,77 ton. Sehingga Indonesia
masih bergantung pada impor untuk menutup defisit kebutuhan daging sapi nasional.
Salah satu upaya mendukung swasembada
daging sapi nasional diantaranya adalah dengan mengelola bibit yang berstandar untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas populasi. Bibit ternak yang beredar di
masyarakat harus memiliki jaminan tertulis berupa sertifikat yang memberikan
informasi berupa silsilah dan ciri-ciri keunggulan ternak, yang dikeluarkan
oleh lembaga sertifikasi benih dan bibit ternak terakreditasi seperti amanah
Undang-undang nomor 41 tahun 2014. Penilaian sertifikasi mengacu berdasarkan
standar manajemen mutu dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun kendala di
lapangan terutama pada komoditas sapi, masih sedikitnya peternak yang
menerapkan Good Breeding Practices
(GBP) sehingga menyebabkan bibit ternak bersertifikat yang beredar di
masyarakat belum maksimal.
Melihat kondisi masalah diatas, saat ini
telah hadir terobosan pembelajaran bagi peternak untuk langkah awal memulai ke
arah sertifikasi bibit melalui upaya penerbitan surat keterangan layak bibit
ternak (SKLB). SKLB ternak diterbitkan oleh Dinas yang membidangi fungsi Peternakan
dan Kesehatan Hewan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan mengacu pada penilaian kesesuaian
standar yang telah ditetapkan (SNI/PTM/Standar daerah). Beberapa daerah di
Indonesia telah mulai banyak menjalankan proses penerbitan SKLB sebagai upaya
menjamin mutu bibit ternak yang beredar di masyarakat.
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu daerah yang telah melaksanakan penerbitan SKLB ternak. Kabupaten Pamekasan berada di kawasan Pulau Madura Provinsi Jawa Timur yang terletak di perlintasan jalur jaringan jalan Sampang-Sumenep dengan luas wilayah 79.230 Ha dan terdiri dari 13 Kecamatan dan 189 Desa. Dengan luas wilayah tersebut tercatat populasi sapi potong pada tahun 2019 sebanyak 194.182 ekor. Sepanjang tahun 2020 berjalan, penerbitan SKLB ternak di Kabupaten Pamekasan dapat dilihat pada tabel berikut :
No |
Kecamatan |
Komoditas |
Jumlah |
1 |
Pasian |
Bibit Sapi Madura |
227 |
2 |
Batumarmar |
Bibit Sapi Madura |
64 |
3 |
Waru |
Bibit Sapi Madura |
92 |
Jumlah |
383 |
Tabel 1. Data
Sementara Penerbitan SKLB Pamekasan Tahun 2020
Data sementara menunjukkan bahwa penerbitan SKLB
ternak di Kabupaten Pamekasan Tahun 2020 sebanyak 383 lembar dengan keseluruhan
komoditas ternak bibit sapi potong rumpun madura. Capaian penerbitan SKLB di
Pamekasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti aspek teknis, aspek
budaya dan aspek ekonomi.
Aspek teknis yang mendukung penerbitan SKLB tidak lepas dari
upaya pengelolaan wilayah sumber bibit (wilsumbit) serta sinergitas antara
Dinas teknis dengan peternak wilayah setempat. Kabupaten Pamekasan memiliki
wilsumbit Sapi Madura yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian RI, yaitu di
Kecamatan Pakong, Pasian, Batumarmar dan Waru (PAPABARU). Data populasi Sapi
Madura di wilayah sumber bibit PAPABARU dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No |
Kecamatan |
Populasi (Ekor) |
||
Jantan |
Betina |
Jumlah |
||
1 |
Pakong |
1.497 |
9.530 |
11.027 |
2 |
Pasean |
963 |
21.220 |
22.183 |
3 |
Batu Marmar |
9.394 |
14.613 |
24.007 |
4 |
Waru |
4.900 |
13.203 |
18.103 |
Jumlah |
16.754 |
58.566 |
75.320 |
Tabel 2. Data
Populasi Sapi Madura di Wilayah Sumber Bibit PAPABARU
Penetapan wilsumbit Sapi Madura di Pamekasan
menjadi modal bagi Dinas teknis (Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan) untuk
melaksanakan upaya pengelolaan guna menjaga kemurnian dan populasi Sapi Madura
pada empat kecamatan tersebut. Pengelolaan wilsumbit Sapi Madura yang selama
ini telah dilaksanakan salah satunya adalah penyelenggaraan kegiatan uji
performans secara konsisten sehingga bibit yang memenuhi standar dapat diterbitkan SKLB. Kegiatan uji
performans di Pamekasan dapat berjalan baik karena mampu menarik minat dan
partisipasi masyarakat peternak.
Faktor
budaya yang dimiliki masyarakat Madura khususnya Pamekasan turut mendorong
peternak untuk memiliki Sapi Madura yang berkualitas. Cukup banyak pagelaran dan
kearifan budaya lokal masyarakat yang melibatkan Sapi Madura, seperti kontes
sapi sonok, karapan sapi maupun adanya perkumpulan taccek atau pajangan sapi. Sapi
Madura yang memiliki SKLB tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi peternak
di wilayah Pamekasan.
Sedangkan faktor
lainnya yang mendorong penerbitan SKLB di Pamekasan adalah dari segi aspek
ekonomi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Sapi Madura ber-SKLB memiliki
nilai pasar diatas rata-rata. Kisaran harga Sapi Madura yang memiliki SKLB
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
|
Harga Pasar (Rupiah) |
||
Grade 1 |
Grade 2 |
Grade 3 |
|
Pejantan |
40 - 50 Juta |
25 - 35 Juta |
15 - 20 Juta |
Betina |
30 - 70 Juta |
15 - 25 Juta |
8 - 10 Juta |
Tabel 3. Kisaran Harga Sapi Madura Ber-SKLB
Pelabelan grade pada tabel 3. diatas berdasarkan
penilaian kesesuaian ternak terhadap standar SNI 7651.2 tahun 2013 tentang standar
bibit Sapi Madura. Tingginya harga jual bibit Sapi Madura yang memiliki SKLB
menjadi daya tarik peternak untuk mengusulkan ternaknya dalam memperoleh
penerbitan SKLB dari Dinas terkait.