Monday, November 29, 2021

POTENSI PENGEMBANGAN DOMBA EKOR GEMUK DI JAWA TIMUR

 Oleh: Rais Husein Fathoni

Seiring perkembangan zaman tingkat kebutuhan protein hewani sebagai salah satu pemenuhan gizi seimbang manusia terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini berbanding lurus pada peningkatan permintaan pasar akan kebutuhan daging termasuk kebutuhan daging ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba. Ternak potong yang paling populer di Indonesia adalah sapi. Namun untuk pemenuhannya hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan impor. Sedangkan ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba Indonesia masih bisa dipenuhi dari swadaya lokal. Kegiatan acara keagamaan, acara keluarga, hingga kebutuhan sehari-hari banyak menggunakan daging ternak ruminansia karena memperhatikan prestise, persyaratan keagamaan, hingga kebutuhan hasrat manusia.

Keberadaan domba sebagai komoditas ternak potong memiliki arti tersendiri bagi pemenuhan kebutuhan tersebut. Domba memiliki keunggulan pemeliharaan yang terbilang mudah, litter size tinggi dan tidak rentan terhadap penyakit. Domba ekor gemuk (DEG) merupakan satu rumpun domba unggul yang memiliki ukuran lebih besar dari pada domba ekor tipis. DEG termasuk hewan yang mudah beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan sehingga mudah dipelihara dan dikembangkan. Masa perkembangbiakan DEG berkisar 1,5 tahun untuk yang pertama dan 7-8 bulan untuk periode berikutnya. DEG memiliki ukuran yang besar dan dapat mencapai berat badan 33 kg pada 3 bulan, 50 kg pada 6 bulan dan 90 kg pada usia 12 bulan. 

Keunggulan genetik pada DEG merupakan potensi unggul peternakan yang perlu dikembangkan. Karakteristik unggul yang dimiliki DEG menjadi tolak ukur kualitatif maupun kuantitatif yang perlu di perhatikan dalam pemilihan bibit unggul.

A.    Karakteristik Anatomi Domba Ekor Gemuk

Domba diklasifikasikan berdasarkan kegunaannya antara lain untuk penghasil daging, wol, susu, kulit, dan lain-lain. Salah satu domba penghasil daging adalah domba ekor gemuk (DEG). Populasi DEG sendiri sebesar 25% dari populasi domba di dunia.

Saat ini, sebagian besar domba yang ada di Indonesia adalah tipe ekor gemuk. Pada tahun 1938 peternakan DEG didirikan di Pulau Madura. Sejak saat itu, DEG menjadi popular di Madura dan mulai menyebar ke wilayah Jawa Timur, serta daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Domba Jawa Ekor Gemuk dihasilkan dari persilangan DEG dengan domba ekor tipis asli. Peternak yang beralih dari domba ekor tipis ke DEG beralasan karena ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih disenangi oleh konsumen.

Pengetahuan pada karakteristik anatomi suatu hewan/ternak perlu diketahui sebelum adanya penelitian lebih lanjut. Karakteristik anatomi secara umum dapat digambarkan dari ciri-ciri fisik/tubuh. Tidak ada tanda anatomi yang jelas untuk membedakan antara domba gemuk dan DEG, sehingga istilah ini digunakan secara bergantian. Tapi melihat lemaknya pada ekor panjang, mereka dapat diklasifikasikan sebagai domba gemuk ekor panjang dan pendek. DEG pendek biasanya berbentuk baji dengan titik meruncing. Sementara itu DEG panjang memiliki ekor berlemak yang tergantung di bawah persendian tumit. 

B. Strategi Pemeliharaan Domba Ekor Gemuk

        Manajemen pemeliharaan yang baik akan sangat membantu peningkatan produktivitas domba ekor gemuk (DEG). Dengan meningkatnya produktivitas ini diharapkan akan memberi keuntungan lebih kepada para peternak, terutama dalam hal ekonomi. Manajemen pemeliharaan yang sangat mempengaruhi produktivitas ternak antara lain perihal pemilihan bibit, perkandangan, pakan dan kesehatan ternak.

1.         1. Pemilihan Bibit

        Faktor pertama yang harus diperhatikan dalam manajemen pemeliharaan DEG yang baik adalah pemilihan bibit. Hal ini karena akan sulit tercapai produktivitas yang tinggi apabila bibit yang digunakan kurang bagus mutunya, sekalipun diimbangi dengan perkandangan, pemberian pakan dan pemeliharaan kesehatan yang sudah maksimal. Teknik pemeliharaan secara tradisional yang umum dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan DEG tidak dapat berproduksi secara maksimal, dimana domba tetap kecil dan kurus. Selain itu perhatian terhadap mutu bibit domba juga kurang karena tidak ada tahapan seleksi.

        Diperlukan kriteria tersendiri dalam hal pemilihan bakalan untuk mendukung program penggemukan domba. Pemilihan bakalan yang tepat diharapkan mampu mendapatkan laju pertumbuhan yang tinggi pada domba yang dipelihara. Ciri fisik domba bakalan tersebut diantaranya adalah:

No

Bagian tubuh

Karakteristik

1

Kepala

a)

b)

c)

d)

e)

Tidak terlalu panjang

Dari depan terlihat besar dan lebar

Mulut besar dan lebar

Moncong tidak runcing

Mata tidak rabun

2

Badan

a)

b)

 

c)

d)

e)

f)

g)

Badan panjang dan besar

Punggung rata, lurus (tidak cekung ke bawah), dan lebar (tidak tipis)

Dada dalam dan lebar

Bentuk perut normal, tidak buncit

Tulang iga (dada) terlihat lebar

Bagian depan sampai belakang terlihat rata

Berat badan berkisar 10-25 kg

3

Pantat

a)

b)

Dari belakang terlihat lebar

Tidak runcing

4

Bulu/wool

a)

b)

Halus, tidak kasar dan tidak gembel

Warna bulu putih polos


2. Perkandangan

         Usaha ternak domba akan berhasil jika tersedia bangunan kandang yang baik dan memadai. Kandang yang baik akan sangat berpengaruh besar terhadap peningkatan konversi pakan, laju pertumbuhan dan kesehatan. Bangunan kandang harus selalu diupayakan untuk dapat memenuhi fungsi sebagai tempat istirahat, untuk melindungi dari hewan buas, untuk tempat makan dan minum apabila tidak digembalakan, sebagai tempat untuk kawin dan beranak, tempat agar ternak tidak membuang kotoran dan kencing sembarang tempat dan untuk mempermudah dalam pengontrolan ternak.

        Saat ini model kandang yang digemari untuk penggemukan domba adalah kandang yang berbentuk panggung. Terdapat kolong di bawah kandang dengan tinggi 1 m (panjang tiang dari permukaan tanah sampai lantai kandang). Tinggi tiang kandang (panjang tiang dari permukaan lantai sampai atap) setinggi 2,5 meter. Kandang dibuat bersekat dengan ukuran 2 x 1 m dengan daya tampung 10 ekor domba. Tinggi tempat pakan dari lantai kandang 30 cm. Dinding dan lantai kandang dibuat bercelah. Celah pada dinding sebesar 25 cm agar domba dapat mengambil pakan dan air minum. Sedangkan celah lantai berukuran 2 cm sehingga air kencing dan kotoran dapat langsung jatuh ke tanah tanpa membuat kaki domba terperosok.

3. Pakan

       Faktor selanjutnya yang mendukung manajemen pemeliharaan yang baik adalah pemberian pakan. Pemberian pakan (ransum) sesuai dengan standar kebutuhan gizi ternak dan disediakan dalam jumlah yang cukup. Pakan mempunyai pengaruh paling besar, yakni sekitar 60% dari biaya produksi. Pakan yang umum diberikan berupa hijauan dan penambahan pakan penguat. Konsentrat atau pakan penguat merupakan pakan yang memiliki kandungan zat makanan tertentu dengan kandungan energi relatif tinggi, serat kasar dan daya cernanya yang baik. Pakan ini cocok untuk menambah zat makanan yang ada.

        Pada proses penggemukan, konsentrat dapat diberikan 0,6 kg setiap harinya untuk satu ekor domba dengan bobot badan 15-22 kg. pemberian pakan konsentrat dilakukan pada pagi hari, yaitu pada pukul 08.00 pagi dengan takaran 0,3 kg untuk setiap domba, sedangkan untuk sore hari pada pukul 15.00 diberikan kembali konsentrat dengan takaran yang sama. Konsentat dapat dibuat dari campuran dari berbagai bahan pakan seperti dedak, kopra, onggok dele dan molases. Salah satu komposisi pembuatan konsentrat yang digunakan peternak (per 100 kg) yaitu dedak/bekatul 50 kg (50%), bungkil kelapa 25 kg (25%), tepung jagung 15 kg (15%), bungkil kacang tanah 8 kg (8%), garam dapur 1 kg (1%), tepung tulang 0,5 kg (0,5%) dan kapur 0,5 kg (0,5%).


4. Kesehatan

Domba memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan tempat pemeliharaan. Namun, hal ini jangan membuat kita menjadi lengah dalam memperhatikan kesehatan dari domba yang kita pelihara. Hal itu karena kesehatan ternak juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan ternak. Ternak yang sehat tentu akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada ternak yang kurang sehat. Oleh sebab itu, peternak hendaknya jeli dan memperhatikan ternaknya tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang membahayakan. Obat-obatan ternak yang perlu disediakan dalam pemeliharaan domba antara lain adalah vitamin, Bio-N-Plus, Premix Mineral, vaksin, obat diare dan serta antibiotik. Pemberian vitamin ini bertujuan untuk menghilangkan stres selama diperjalanan. Pemberian vitamin ini diberikan kepada DEG selama kurang lebih 2 minggu. Selain diberikan vitamin, para peternak juga memberikan Growth Stimulant (GS) berupa Bio-N-Plus untuk merangsang bobot badan DEG. Pemberian antibiotik bertujuan untuk mengobati penyakit yang terdapat pada domba serta mempercepat kesembuhan saat infeksi. Sedangkan obat-obatan yang lain penggunaannya akan disesuaikan dengan penyakit yang terjadi pada ternak tersebut.


C.  Karakteristik Karkas Domba Ekor Gemuk

        DEG saat ini telah menjadi salah satu ternak penghasil daging yang digemari oleh masyarakat. Hal ini tidak lepas dari performa produksinya yang bagus. Performan produksi seekor ternak dapat diukur dari kemampuan ternak tersebut mencapai bobot potong yang tinggi yang diikuti oleh produksi karkas dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, terutama jumlah daging karkas yang banyak karena konsumen selalu menginginkan karkas dengan komposisi fisik; daging yang maksimal, tulang yang minimal dan lemak yang optimal. Seekor ternak potong dianggap mempunyai nilai ekonomis tinggi bila produksi karkas yang dihasilkan tinggi. Didalam penilaian komposisi karkas ada tiga variabel yang penting yaitu tulang, daging dan lemak karkas, apabila ada proporsi yang lebih besar maka salah satu variabel akan memiliki proporsi yang lebih sedikit atau kedua variabel sebagai sisanya.

        Domba jantan dan betina memiliki persentase karkas yang berbeda. DEG jantan memiliki persentase karkas 49,86±0,60 %, sedangkan untuk DEG betina hanya 44,64±3,58. Hal ini dapat disebabkan karena ternak betina mempunyai organ-organ yang ada di rongga dada dan perut yang lebih tinggi bobotnya, sehingga proporsi karkasnya menjadi lebih kecil.

Komposisi fisik karkas baik pada domba jantan maupun betina memiliki kecenderungan yang sama, yakni proporsi yang paling banyak adalah daging (57,50% jantan, 63,06% betina) kemudian diikuti proporsi tulang (25,5% jantan, 21,48% betina) dan yang paling sedikit adalah lemak (17,99% jantan, 15,46% betina).

KESIMPULAN

DEG memiliki potensi yang lebih dikembangkan lagi di wilayah Jawa Timur. Hal ini karena domba memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan dan ketersediaan pakan di Jawa Timur cukup melimpah. Dalam rangka pengembangan budidaya DEG ini harus disertai manajemen pemeliharaan yang baik, meliputi pemilihan bibit yang tepat, perkandangan baik sesuai, pemberian pakan yang bemutu bagus serta perhatian terhadap kesehatan ternak. Pemberian pakan yang sesuai standart baik kualitas maupun kuantitas akan memberi pengaruh positif pada presentase karkas domba yang dihasilkan.

REFERENSI

Mohapatra, Arpita., Shinde., A.K. 2018. Fat-Tailed Sheep-an Important Sheep Genetic Resource For Meat Production in Tropical Countries: An Overview. Indian Journal of Small Ruminants 2018, 24 (1): 1-17.

Triana, Irma Norma., Ratnasari, Rr. Ratih., Azmijah, Ajik. 2017. Program Penggemukan Ternak Domba Ekor Gemuk Di Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.  Jurnal Layanan Masyarakat Universitas Airlangga, Volume 01 Nomor 02 Tahun 2017, 51–55.

Saifudin, Ali., Aini, Lia Nur., Aliyah., Badani, Milal. 2018. Tata Laksana Penggemukan Domba Di CV Angkasa Tujuh Bojonegoro. Jurnal Inovasi Penelitian Vol. 2 Desember 2018.

Ashari, M., Suhardiani, Rr. Agustien., Andriati, Rina. 2018. Produksi dan Komposisi Fisik Karkas Domba Ekor Gemuk yang Dipelihara Secara Tradisional di Lombok. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia Volume 4 (1): 191-198.