Tuesday, November 19, 2019

MENGENAL PROSES PRODUKSI DOC DI HATCHERY FARM



Seiring meningkatnya minat masyarakat dalam membudidayakan ayam ras (broiler atau layer), maka semakin meningkat pula permintaan masyarakat peternak terhadap unsur-unsur penunjang budidaya ayam ras. Selain masalah perkandangan, pakan dan obat vaksin kimia (OVK), umumnya peternak juga sangat memperhatikan terkait bibit/day old chick (DOC) yang akan digunakan. Dengan banyaknya peternak yang menambah populasi ayam, tentunya permintaan DOC mengalamai kenaikan. Peluang ini ternyata menjadi daya pikat oleh perusahaan-perusahaan untuk terjun di industri penetasan, hal ini dibuktikan dengan munculnya banyak perusahaan penetasan telur (hatchery farm) di Indonesia.
Dalam memproduksi DOC, tentunya berbagai perusahaan mempunyai manajemen yang berbeda dalam mengelola hatchery farmnya. Hal inilah yang nantinya mempengaruhi kualitas dan karakteristik DOC yang ada di pasaran.
Telur yang digunakan sebagai telur tetas adalah telur hasil perkawinan induk ayam jantan dan betina. Pemeliharaan indukan ayam dilakukan di breeding farm dengan manajemen pemeliharaan dan biosecurity yang telah ditentukan oleh masing-masing perusahaan. Pemindahan telur tetas (HE) dari breeding farm menuju hatchery farm dilakukan dengan kendaraan khusus pengangkut telur untuk meminimalisir kerusakan HE.
Terminal Penerimaan HE
Setelah sampai di hatchery farm,  kemudian telur di terima di terminal ruang peneriman HE. Di dalam ruangan ini HE di seleksi dan dilakukan fumigasi. Seleksi HE bertujuan untuk memilih telur yang layak untuk ditetaskan dan menyingkirkan telur yang tidak sesuai dengan standar. Beberapa hal yang menjadi patokan dalam seleksi HE, diantaranya adalah bentuk, ukuran, keadaan kerabang, kebersihan dan kondisi tidak normal lainnya. Telur yang dinyatakan layak seleksi, kemudian dilakukan fumigasi. Fumigasi bertujuan untuk membubuh mikroba yang dapat menurunkan daya tetas telur. Setelah dilakukan fumigasi, selanjutnya telur disimpan sementara di cooling room.
Cooling Room
Terkadang, produksi He dari breeding farm dalam satu hari belum bisa memenuhi kapasitas mesin setter. Maka dari itu, HE dapat disimpan sementara dalam cooling room sampai jumlah telur cukup untuk memenuhi kapasitas mesin setter. Telur yang disimpan dalam cooling room bertujuan untuk menghentikan sementara proses perkembangan biologis yang ada di dalam HE. Sehingga pada saat dimasukkan ke dalam mesin setter, kondisi biologisnya masih seperti umur 0 (nol) hari. Rata-rata telur tetas dapat disimpan dalam cooling room sampai batas maksimal empat hari, jika lebih dari empat hari dikhawatirkan akan meurunkan daya tetas HE tersebut. Pengaturan suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap penyimpanan telur di tempat ini. Suhu dan kelembaban dalam cooling room idealnya adalah 8-14◦C dan 75-77% dengan tumpul telur posisi diatas.
Setter
Mesin setter merupakan mesin yang fungsinya dibuat mirip dengan kondisi pemeraman telur tetas oleh induk ayam secara alami. Lamanya perlakuan HE di dalam mesin ini sekitar 18-19 hari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari pengaturan mesin setter diantaranya adalah temperatur, kelembaban udara, pemutaran telur (turning) dan sirkulasi udara. Pengaturan temperatur di mesin setter antara 98ᵒF-100ᵒF dan keseragaman temperatur di seluruh ruangan setter mutlak diperlukan agar menghasilkan perkembangan embrio HE yang seragam. Kelembaban udara dalam setter salah satunya dapat mempengaruhi weight loss (penyusutan telur selama inkubasi) yang nantinya berdampak pada daya tetas HE. Di Indonesia, umumnya kelembaban udara di mesin setter diatur antara 50%-55% dengan target capaian weight loss sekitar 12-14% (kantung udara telur tersisa 1/3 bagian). Pemutaran telur dalam setter (turning) bertujuan agar seluruh permukaan telur memperoleh suhu yang merata, serta embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel membran. Pada mesin setter kapasitas besar, Idealnya turning otomatis dilakukan setiap satu jam sekali dengan kemiringan 45ᵒ. Sedangkan sirkulasi dibutuhkan untuk menyeimbangkan suplai oksigen dan pembuangan gas CO2 yang ada di dalam mesin setter. Sirkulasi udara di dalam setter dapat diatur dengan bantuan alat cerobong exhoust. Volume udara yang masuk ke setter direkomendasikan sekitar 5 CFM per 1000 telur tetas yang dapat diukur dengan alat anemometer.
Transfer HE dan Candling
Transfer HE umumnya dilakukan di hari ke  18 atau 19 yang dihitung sejak pertama kali masuk mesin setter. Transfer HE merupakan kegiatan memindahkan telur dari mesin setter ke mesin hatcher. Dalam proses ini juga sekaligus dilakukan seleksi telur tetas yang fertil dan infertil dengan cara peneropongan (candling). Banyak hatchery di Indonesia yang menggunakan sistem penerangan dengan meja candling dalam melakukan seleksi telur fertil dan infertil. Saat penyinaran, telur fertil akan terlihat merah gelap, karena di dalamnya sudah terbentuk jaringan dan bagian-bagian tubuh DOC. Sedangkan telur infertil akan terlihat merah terang saat dicandling, karena di dalam telur tersebut masih encer tidak ada embrio DOC. Telur yang terkontaminasi juga akan menunjukkan ciri-ciri tersendiri saat dicandling. Telur yang tidak layak dari hasil candling ini kemudian disingkirkan, karena apabila telur tersebut ikut terbawa masuk ke mesin hatcher dapat mengakibatkan menurunnya presentase daya tetas serta dapat mencemari mesin hatcher apabila ada telur tersebut yang meledak di dalamnya.
Hatcher
Mesin hatcher merupakan tempat yang disiapkan untuk menetasnya telur tetas fertil (hasil candling). Ditempat ini hampir sama dengan mesin setter, namun di ruang hatcher ini tidak diperlukan pembalikan/turning telur lagi. Pengaturan temperatur, kelembaban udara dan sirkulasinya pun juga berbeda dengan mesin setter. Temperatur yang dibutuhkan umumnya lebih rendah, yakni sekitar 35-37ᵒC. Sedangkan kelemban udaranya lebih tinggi, yaitu sekitar 60%-75%. Di mesin hatcher, produksi panas dan gas CO2-nya lebih tinggi, sehingga level kecepatan sedotan cerobong exhoust (velocity) diatur sekitar 200-220 CFM untuk menurunkan konsentrasi CO2 di dalam ruangan. Perlu diketahui, telur yang ada di dalam hatcher memiliki waktu menetas yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penyesuaian dalam mengatur kondisi lingkungan di dalam hatcher.
Pull Chick
Setelah telur di dalam hatcher menetas, proses selanjutnya adalah mengambil DOC tersebut atau biasa disebut dengan pull chick. Ketepatan waktu dalam pull chick sangat mempengaruhi kualitas DOC yang dihasilkan nantinya. Keterlambatan dalam pull chick dapat mengakibatkan DOC kekurangan cairan/dehidrasi, sehingga saat seleksi DOC nantinya banyak yang tidak layak/culling. Maka untuk mencegahnya, diperlukan kontrol secara berkala sekitar 4-6 jam menjelang waktu panen pada normalnya. Setelah DOC terambil, selanjutnya dapat dilakukan seleksi dan grading. Proses ini bertujuan untuk memilih DOC yang layak untuk dijual, sekaligus untuk menentukan klasifikasi grade sesuai dengan ketetapan dari masing-masing perusahaan.
Penanganan lanjutan
         Penangan lanjutan ini dapat berupa vaksinasi dan packing DOC untuk segera dipasarkan. Terkadang di beberapa perusahaan, vaksinasi tidak mutlak dilakukan, kecuali bila ada konsumen yang memesan DOC yang bervaksinasi.